Jakarta, Faktapers.id – Juniver Girsang kuasa hukum pemilik PT Duta Palma, Surya Darmadi setelah persidangan beragenda pembacaan pledoi Surya Darmadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2023) mengatakan dalam pledoinya menegakkan hukum melanggar hukum. Ia menilai Kejaksaan mengabaikan Undang-Undang Cipta Kerja,
“Kejaksaan mengabaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tandas Juniver. Menurut dia, kliennya tidak dapat diproses hukum dan harus dibebaskan dari tuntutan pidana.
Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum menuntut Pemilik PT. Duta Palma Group Surya Darmadi dengan hukuman pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Surya Darmadi dan eks Bupati Indragiri Hulu Raja Tamsir Rachman menjalani sidang tuntutan atas perkara kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin 6 Februari 2023.
“Surya Darmadi seharusnya tidak dapat diproses hukum, jika mengacu pada Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).Berdasarkan Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebut bahwa lahan usaha yang berada di kawasan hutan diberi waktu 3 tahun hingga 2023 untuk mengurus perizinan pelepasan kawasan hutan, ” jelas Juniver Girsang.
Mengacu Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diberikan waktu 3 tahun menyelesaikan perizinan dan pelanggaran atas ketentuan itu hanya dikenakan sanksi administratif, bukan tindakan pidana.
“Di dalam pledoi, fokus utama menyampaikan bahwa perkara ini tidak harus diproses. Dengan memasuki kawasan hutan kita (Surya Darmadi,-red) dianggap melakukan perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Juniver menerangkan, Surya Darmadi sudah mengajukan permohonan keterlanjuran memasuki kawasan hutan.
Diketahui, dua dari tiga perusahaan sawit milik Surya Darmadi telah mengantongi izin hak guna usaha (HGU). Sedangkan tiga perusahaan lainnya tengah proses penerbitan HGU.
“Kami kaget adalah kejaksaan melakukan proses yang menyatakan memasuki kawasan hutan adalah tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Atas dasar itu, Juniver Girsang meminta agar Surya Darmadi dibebaskan dari tuntutan pidana. Sebab, kata dia, Surya Darmadi tidak melakukan pelanggaran hukum seperti apa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum.
“Tak pada tempatnya Surya Darmadi diminta dan didudukkan menjadi terdakwa terhadap dugaan korupsi oleh kejaksaan. Ini abuse of power. Diskriminasi penegakan hukum dan hak asasi manusia,” katanya.
Seharusnya, sambungnya, kejaksaan mematuhi aturan hukum adminstrasi yang diatur di dalam UU Cipta Kerja. Dia mengkhawatirkan jika Surya Darmadi diproses hukum, maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan membuat takut para investor untuk berinvestasi.
“Investor akan takut. Keputusan ditetapkan DPR dan Presiden, dinyatakan keabsahan (tetapi oleh kejaksaan,-red) tidak sah,” pungkasnya.
Kronologis Perkara Surya Darmadi
Lebih jahu Juniver Girsang memaparkan terdakwa Surya Darmadi adalah pengusaha nasional pendiri sekaligus pemilik dari Darmex/Duta Palma Group. Sebagai pengusaha, ia ikut berinvestasi dengan membuka lahan perkebunan sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Sekitar tahun 2003 sampai 2007, perusahaan Darmex/Duta Palma Group telah mendapat izin dari Bupati Indragiri Hulu, berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1994 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau.
Dalam perda dikatakan bahwa lahan tersebut merupakan lahan budi daya. Lahan itu juga berada di APL (Area Penggunaan Lain), yang tidak masuk dalam kawasan hutan dan tidak perlu pelepasan kawasan hutan. Darmex Group sendiri memilik lahan seluas 28.071.9 hektar. Di lahan itu terdapat perusahaan milik Surya Darmadi yakni: PT Kencana Amal Tani (KAT), PT Panca Agro Lestari (PAL). PT Seberida Subur (SS), PT Banyu Bening Utama (BBU) dan PT Palma Satu (PS).
Empat perusahaan, yakni Kencana Amal Tani, Panca Agro Lestari, Seberida Subur, Banyu Bening Utama merupakan perusahaan take over yang telah memilki izin lokasi (ILOK) dan izin usaha perkebunan (IUP). Sedangkan PT Palma Satu didirikan pada tahun 2007, juga sudah mengantongi ILOK dan IUP.
Selanjutnya, sejak 1995, manajemen masing-masing perusahaan mulai mengurus izin-izin, seperti Hak Guna Usaha (HGU) kepada instansi yang berwewenang. Hasilnya, PT Kencana Amal Tani memperoleh dua HGU yakni HGU No. 02 tanggal 21 Januari 1997 dengan luas 5.384 hektar dan HGU No. 03 tanggal 6 Nopember 2003 dengan luas 3.792 hektar. Sedangkan PT Banyu Bening Utama mengantongi HGU No. 01 tanggal 10 Desember 2007 dengan luas 6.417,90 hektar. Artinya, untuk dua perusahaan ini sudah mengantongi HGU seluas 15.593,9 hektar. Namun, Panca Agro Lestari, Seberida Subur, Palma Satu. Banyu Bening Utama 11, HGU-nya masih dalam proses.
Sebagai perusahaan yang taat aturan, seluruh perusahaan memenuhi kewajibannya kepada negara dengan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp93.789.703.476, Pajak Penghasilan Badan (PPh) senilai Rp621 427.645.990, serta retribusi lainnya.
Proses pengurusan HGU untuk PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur dan sebagian PT Banyu Bening Utama II terhambat karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 173-Kpts-II/1986 tahun 1986 yang menyatakan lahan tersebut masuk kawasan hutan.
Sementara, sertifikat HGU yang sebelumnya sudah terbit berdasarkan Perda No. 10 Tahun 1994, menyatakan lahan tersebut merupakan areal budi daya dan APL (area Penggunaa Lain)
yang langsung dapat diproses oleh ATR BPN Akibatnya, tarik menarik dan tumpang tindih kepentingan pusat dan daerah, proses pengurusan izin empat perusahaan itu mandek sejak 2012
Karena ada permasalahan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka diterbitkan PP No. 10 Tahun 2010 di lanjutkan dengan PP 60 Tahun 2012 dan PP 104 Tahun 2018 yang mengisyaratkan agar keterlanjuran memasuki kawasan hutan diberi waktu 6 bulan tahun untuk memproses pelepasan kawasan hutan
Maka, pada 2012 empat perusahaan milik Surya Darmadi, yakni PT Banyu Bening Utama If,
PT Palma Satu, PT Seberida Subur dan PT Panca Agro Lestari mengajukan permohonan in
pelepasan kawasan hutan kepada Menteri LHK
Permohonan tersebut dijawab Kementerian 1.1K pada 2019, supaya masing-masing perusahaan melengkapi dokumen seperti izin pemenuhan komitmen prasarana dasar pemenuhan komitmen prasyarat izin usaha dan penerimaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun permohonan pelepasan kawasan hutan keempat perusahaan tersebut tetap terkendala tumpang tindih kewenangan tadi.
Di tengah kekacauan tumpang tindih perizinan itu Pemerintah membuat kebijakan OMNIBUS LAW dan terbitlah yang dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang disusul dengan PP No. 24 tahun 2021. Tak cukup dengan m Presiden Joko Widodo menguatkannya dengan mengeluarkan Perpu No. 2 tahun 2022
UU Cipta Kerja, antara lain menyatakan bahwa “penyelesaian keterlanjuran kegiat
kawasan hutan yang apabila tidak mengantongi atau memiliki izin bidang kehutanan atau
izin berusaha”, telah diatur pada Pasal 110 A dan 110 B.
Dalam ketentuan Pasal 110 A dan 11011 itu dikatakan, memberi waktu selama 3 (tiga) tahun untuk menyelesaikan perizinannya dan pelanggaran atas ketentuan tersebut hanyalah dikenakan sanksi administratif, tidak ada sanksi pidana korupsi. Artinya, UU Cipta Kerja in secara absolute penyelesaiannya adalah secara administratif
Menyusul terbitnya ketentuan dalam UU Ciptaker tadi, Kementerian LIK mengeluarkan Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM 1/8/2021 tentang data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan, untuk melengkapi dokumen-dokumen pendukung agar memenuhi diterbitkannya Pelepasan Kawasan Hutan termasuk PT Banyu Bening Utama II. PT. Palma Satu, PT. Seberida Subur dan PT. Panca Agro Lestari milik dari Darmes Group
Setelah SK 351 terbit, pihak Darmex Group secara resmi mengirim surat kepada Kementerian LIIK menyatakan kesiapaannya melaksanakan kewajiban kepada nepars sekaligus meminta informasi persyaratan yang harus dilengkapi sensai UU Ciptaker dan Darmex Group tinggal melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Di tengah proses itu yang sangat mengagetkan dan trages, tidak ada angin tidak ada hujan. Kejaksaan Agung menjadikan Surya Darmadi sebagai tersangka dan menyita asset-asset vang tidak ada kaitanya dengan kelima perkebunan sawit yang dipermasalahkan dengan pernyataan pers dari Kejaksaan bahwa ada timbul kerugian negara 104 Trillion dan kemudian berubah menjadi 78 1 sementara avet kelima perusahaan yang di permasalahkan kurang lebih hanya 2 Trillium, Tindakan kejaksaan ini terkesan diskriminatif karena ada 1.192 pelaku usaha yang masuk dalam daftar melakukan kegiatan yang telah terbangun di kawasan hutan
Jika, 1192 perusahaan diproses secara hukum, maka akan terjadi PHK massal, menurunnya pendapatan negara dari palak, ketidakpastian hukum, hingga perekonomian negara secara keseluruhan dan tidak ada kepercayaan investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Apabila di proses, 1.103 subjek hukum pengusaha harus di siapkan rumah tahanan baru khusus untuk pengusaha pengusaha tersebut menjalani proses hukum. Yang lebih esktrim lagi, apakah ini tidak memperlihatkan kekacaum penegakan hukum di Indonesia dan/atau kejaksaan tidak menghormati Undang-Undang yang di susun oleh Pemerintah. dengan DPR.
[]