Hukum & KriminalNasional

Terdakwa Perkara Korupsi, Surya Darmadi Menyampaikan Nota Pembelaan (Pledoi) : Mengapa Saya Diperlakukan Tidak Adil dan Tidak Manusiawi

342
×

Terdakwa Perkara Korupsi, Surya Darmadi Menyampaikan Nota Pembelaan (Pledoi) : Mengapa Saya Diperlakukan Tidak Adil dan Tidak Manusiawi

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Faktapers.id  -Terdakwa Surya Darmadi menyampaikan nota pembelaan (pledoi) jelang putusan sidang perkara korupsi lahan sawit Duta Palma Group di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat berjudul “MENGAPA SAYA DIPERLAKUKAN TIDAK ADIL DAN TIDAK MANUSIAWI SEMENTARA PERSOALAN YANG SAYA HADAPI SAMA SUBSTANSINYA DENGAN 1192 PERUSAHAAN LAINNYA ?”

“Saya ingin sampaikan, bahwa saya didudukan menjadi Terdakwa bagaikan mimpi di siang bolong, hal yang  tidak pernah saya bayangkan  menimpa hidup saya. Sementara di luar sana, orang tahu bahwa saya adalah pengusaha yang tidak pernah bermasalah dengan hukum dan perusahaan yang saya kelola, khususnya perkebunan termasuk salah satu yang terbaik di Indonesia.” demikian Surya Darmadi mengawali pembacaan pledoi, Kamis (16/2/2023).

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim
Fahzal Hendri beserta dua hakim anggota, kemudian Jaksa Penuntut Umum Ruri dan Tim Kuasa Hukum terdakwa dipimpin oleh Juniver Girsang.

Surya Darmadi lebih lanjut mempertanyakan  apa  kesalahan yang dilakukan dalam kasus korupsi lahan sawit tersebut. Perusahaan yang dikelolanya tak pernah mendapat teguran dan dokumen yang dimilikinya tak pernah dinyatakan cacat atau dibatalkan.

“Pada saat perkara ini terkena pada diri saya, dari awal saya bertanya, di mana salah saya? Karena kebun yang di perusahaan sudah saya kelola, sudah berjalan kurang lebih 26 tahun, tidak pernah ada masalah, tidak pernah diberikan teguran, apalagi surat dokumen yang saya miliki tidak pernah dinyatakan cacat dan dibatalkan,” ucapnya.

Dia mengaku kaget dengan pemberitaan yang menyebut dirinya sebagai mega koruptor pada Juli 2022. Dia mengklaim lima perusahaan yang dimilikinya sudah memiliki izin.

“Saya juga merasa kaget tiba-tiba diekspos media, sekitar bulan Juli 2022, tanpa saya mengetahui duduk masalah sebenarnya, dikatakan saya megakoruptor, merugikan negara sebesar Rp 104 triliun, dengan alasan saya melakukan usaha dan memasuki kawasan hutan secara ilegal, yaitu di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau,” ungkap Surya Darmadi.

Yang lebih mencengangkan dan tidak masuk akal, sambungnya, pihak Kejaksaan dalam breaking news menyampaikan kelima perusahaan tersebut dikatakan, kami mendapat keuntungan Rp 600 miliar per bulan, per tahun Rp 7,2 triliun. Dengan demikian, dalam satu hari Rp 24 miliar termasuk hari Minggu dan ditransfer ke luar negeri dengan tujuan TPPU.

Sementara selama persidangan tidak ada satu bukti pun yang dapat mendukung, dapat dibuktikan JPU padahal keuntungan laba perusahaan saya non-HGU, hanya Rp 210 miliar, sedangkan itu juga diungkap bahwa kelima perusahaan saya disebut tidak memiliki izin sama sekali, padahal kenyataannya lima perusahaan sudah saya peroleh perizinan yang lengkap, sah, dan tidak pernah dibatalkan, malah PT Kencana Amal Tani memiliki HGU tahun 1997, Bayu Bening Utama tahun 2007.

Oleh JPU Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi dituntut pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Surya merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau dan tindak pidana pencucian uang dalam (TPPU)

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan, Surya Darmadi bersama mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir bersalah melakukan korupsi.Surya Darmadi dituntut penjara seumur hidup. Surya Darmadi juga didenda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

“Menghukum terdakwa Surya Darmadi dengan pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” kata JPU.

“Menyatakan Terdakwa Surya Darmadi secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan kesatu primer,” ujar jaksa penuntut umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

“Menghukum pidana penjara terhadap Terdakwa Surya Darmadi dengan pidana penjara seumur hidup dan denda sejumlah Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan kurungan,” tuturnya.

*”””

Berikut Ini Pledoi Surya Darmadi;

Mengapa Saya diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi sementara persoalan yang dituduhkan kepada saya substansinya juga sama dengan 1192 perusahaan lainnya, ada apa dan mengapa saya diperlakukan diskriminatif.

Lahinya Undang-undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 (UUCK) Jo PP Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Di Bidang Kehutanan Jo Perppu No. 2 tahun 2022, awalnya para pengusaha yang terlanjur puluhan tahun memanfaatkan berusaha ada angin segar untuk menyelesaikan permasalahan pengurusan izin-izin peningkatan status hak sebagai wujud penyelesaian perizinan di daerah kawasan hutan, karena puluhan tahun tidak ada kejelasan dan kepastian dalam penyelesaiannya dikarenakan adanya tumpang tindih keweanngan yang menerbitkan izin-izin baik di pusat maupun di daerah. Dikerenakan di dalam ketentuan UUCK diatur secara jelas dan tegas di pasal Pasal 110A dan pasal 110B yaitu:

Pasal 110A berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku..

(2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini tidak menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dikenai sanksi administratif, berupa: a pembayaran denda administratif; dan/atau b. pencabutan Perizinan Berusaha (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 110B berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf b, huruf c, danf atau huruf e, danf atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, danf atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, berupa: a. penghentian sementara kegiatan usaha; b. pembayaran denda administatif, dan/atau c. paksaan pemerintah. (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau disekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan kawasan hutan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bahwa aktualisasi dari pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja tersebut, para pengusaha berlomba-lomba untuk memenuhi kententuan-ketentuan dan syarat-syarat yang diperlukan sebagaimana yang dimintakan atau diperintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan realisasi dari syarat-syarat ketentuan yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan maka terbitlah Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021 Tanggal 30 Agustus 2021 Tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap II, yang ada 313 perusahaan yang diminta untuk memenuhi syarat-syarat dan ketentuan pelepasan kawasan hutan, ermasuk perusahaan milik saya (Darmex Group) yaitu PT. Banyu Bening Utama, PT.Panca Agro Lestari, PT. Seberda Subur, PT. Palma Satu yang saat ini menjadi dipermasalahkan oleh Kejagung.

Yang menjadi pertanyaan saya, apakah UUCK yang digagas dibuat dan diundangkan oleh Presiden dan DPR masih berlaku ataukah Kejaksaan yang menganggap menyatakan ini tidak mengikat kepada Kejaksaan yan again dari eksekutif?

Apabila mengakui dan menyatakan sah dan berlaku, mengapa tidak menghargai dan mematuhi produk Pemerintah dan DPR tersebut. Dan faktanya sekarang saya diproses, diadili dan dituntut! Dan kalau berlaku azas equality before the law di negara hukum yang kita cintai, mengapa hanya saya yang diproses sementara apa yang saya alami dan jalani di dalam pengurusan izin selama ini yang tidak tuntas-tuntas dengan instansi di negeri ini, sama juga sebagaimana yang dialami dan dirasakan oleh 1192 pengusaha, dan ini dibuktikan dengan terbitnya surat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan adanya penjelasan sosialisasi kepada. 1192 pengusaha, dan himbauan secara resmi untuk mengajukan syarat-syarat agar bisa diproses perusahaan yang dianggap memasuki kawasan hutan. Yang lebih tragis dan fenomenal dan tidak masuk di akal saya dituduh merugikan keuangan negara Rp. 104 triliun sementara aset yang dipermasalahkan tidak sampai Rp. 3 triliun.

Sementara disisi lain selama saya mengelola /memmanfaatkan di kawasan yang dipermasalahkan, saya telah merealisasikan kewajiban pembayaran kepada negara terdiri dari yaitu pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yaitu sebesar Rp.93.789.703.476,- (sembilan puluh tiga milyar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta tujuh ratus tiga ribu empat ratus tujuh puluh enam rupiah) dan pembayaran PPh Badan (Pajak Penghasilan Badan) sebesar Rp. 621.427.645.990,- (enam ratus dua puluh satu milyar empat ratus dua puluh tujuh juta enam ratus empat puluh lima ribu sembilan ratus sembilan puluh rupiah) serta retribusi lainnya.

Demikian juga fasilitas yang sudah saya bangun Corporate Social Responsbility (CSR) sebesar Rp. 200 milyar diluar fasilitas-fasilitas yang sudah terbangun. Pertanyaan saya kalau saya dianggap ilegal berusaha di lahan tersebut, mengapa negara menerima pajak-pajak yang telah saya bayarkan dan surat-surat izin lokasi Izin Usaha Perkebunan dan Serifikat HGU yang saya miliki tidak pernah dinyatakan cacat apalagi dinyatakan batal. Berkenan dengan kondisi yang saya alami, saya tidak bisa bayangkan bagaimana kepastian hukum berusaha di Indonesia dan bagaimana investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia?

Dan satu sisi lagi apabila Kejaksaan tidak bersikap diskriminasi dan benar- benar menegakkan hukum tentu akan juga menindak diluar perusahaan saya yang dianggap / diduga sebagaimana perusahaan yang saya alami, apa jadinya proses yang akan dilakukan oleh Kejaksaan apakah tidak akan menimbulkan situasi yang tidak kondusif, terjadi PHK besar-besaran dan kemudian pendapatan negara menjadi terganggu, apakah tidak menimbulkan stagnasi ekonomi dan permasalahan lain di masyarakat.

Saya didalam menghadapi permasalahan kiranya persoalan yang saya hadapi cukup saya yang mengalami dan kiranya karyawan dan keluarga, 63 ribu mereka tidak terlantar karena permasalahan yang saya hadapi dan mereka terancam PHK. Harapan saya selanjutnya kiranya Yang Mulia Majelis Hakim bisa mencermati menilai dan memutus perkara yang saya hadapi secara adil dan benar mewakili atas nama TUHAN.

[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *