Singaraja.Faktapers.id- Miris kerama Adat Sinalud Desa Kayuputih Sukasada saat melaksanakan ritual Melasti di pura Segara nya yang berlokasi dipesisir Desa Kaliasem betul-betul terhalang bangunan tak mengantongi berijin dari Pemerintah
Kendati areal pesisir cukup sempit dan kerama adat berdesakan saat menyajikan sarana bebanten upacara keagamaan dalam rangkian Melasti dari Hari Nyepi Caka 1945 yang dilaksanakan pada Sabtu (18/3) pukul 11 sampai 13, 00 wita kerama adat berhasil tabah dan tidak anarkis.
Diketahui angkringan atau tempat hiburan malam yang dibuat pengelola “Fungky Place Beach Bar & Griil” berdiri diatas tanah negara yang diduga di sertifikat PTSLkan 2010 oleh oknum pejabat desa Kaliasem tanpa sepengetahuan pengempon pura Segara Adat Sinalud, pasalnya dari Desa Adat Sinalud Areal pura sebelah utaranya laut jawa. Bahkan mediasi sudah dilakukan berkali-kali agar areal pure segara tidak dimintak namun permainan antara oknum BPN Singaraja dengan oknum pemohon hingga terbit sertifikat. Jadi jelas ada dugaan permainan mafia tanah menyerobot lahan milik pura Segara Sinalud untuk kepentingan pribadi.
Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi yang sempat turun sidak bersama tim pada Selasa (14/3) siang dan hadir mantan Kades Kaliasem Ketut Widana yang kini menjabat DPRD Buleleng fraksi PDI Perjuangan. Namun kini kembali Kresna Budi menerima laporan masyarakat saat upacara melasti dalam cuitan di acunt Fecebooknya dan banyak netizen komentar “Miris melihat warga desa adat Sinalud Desa Kayuputih disaat melasti, tempat melasti berisi cafe”
Bendesa Adat Sinalud Ketut Giri juga sempat menegur karyawan Fungky Place Beach Bar & Griil dilokasi agar memindahkan kursi-kursi sehingga kerama adat bisa melaksanakan persembahyangan bersama namun Pecalang Adat lebih awal agresif memindahkan barang tersebut,
Kepada awak media Fakta, Bendesa Adat Ketut Giri dengan tegas mengatakan, “Tadi kami tegur orang disana untuk memindahkan kayu-kayu yang dipasang menghalangi kegiatan upacara Nyepi yang di laksanakan kerama adat dan kami sangat keberatan sekali adanya bangunan didepan areal pura segara adat Sinalud”ujar Ketut Giri
Polemik yang telah terjadi hampir 10 tahun dengan Adat Kaliasem, hingga 3 bulan ini berdiri seperti tempat kafe. Pihaknya bersama kerama adat Sinalud sangat berharap kepanjangan tangan baik Pemerintah Provensi Bali, DPRD I/II, MDA turun melihat yang sebenarnya,” Kami berharap bangunan tersebut dapat dibersihkan oleh pemerintah Provensi Bali, DPRD I/II, MDA turun meninjau kelokasi terutama Gubernur Bali mengajak jajaranya untuk lahan tersebut di kembalikan menjadi Tanah Negara (TN)”harap Bendesa Ketut Giri
Kalau mengacu Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau pecil, menegaskan yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, serta berjarak minimal 100 meter dari titik pasang ke arah darat. Disebutkan melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya. Dan masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang bermukim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
(DS)