Hukum & KriminalNasional

Dewan Pers: Pelarangan Siaran Investigasi Dinilai Sebagai Upaya Pelarangan Karya Jurnalistik Profesional

11
×

Dewan Pers: Pelarangan Siaran Investigasi Dinilai Sebagai Upaya Pelarangan Karya Jurnalistik Profesional

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapets.id –Pelarangan siaran investigasi dinilai sebagai upaya pelarangan karya jurnalistik profesional. Menyikapi itu Dewan Pers menyatakan menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang digodok DPR RI.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengungkapkan, penolakan itu dilakukan karena ada pasal yang melarang media untuk menayangkan hasil liputan investigasi.

“Kenapa kemudian kita menolak ini yang pertama adalah ada pasal yang memberikan larangan pada media investigatif,” tandasnya dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Ninik menegaskan, pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang tidak mengenal sensor dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas.

Pelarangan siaran investigasi dinilai sebagai upaya pelarangan karya jurnalistik profesional. RUU Penyiaran ini mengambil kewenangan penyelesaian sengketa pers dari Dewan Pers. “Penyelesaian (sengketa pers) itu justru akan dilakukan oleh lembaga yang sebenarnya tidak punya mandat penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik diatur di Dewan Pers dan dituangkan dalam UU Pers, sebut Ninik.

“Kenapa dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran? Ya ini betul-betul akan menyebabkan cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan norma undang-undang yang ada, itu kira-kira catatan kami,” tandasnya.

Perlu diketahui, penayangan ekslusif jurnalistik investigasi menjadi isi siaran dan konten yang dilarang dalam draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024. Selain jurnalistik investigasi,  ada 10 isi siaran dan konten juga dilarang karena tidak sesuai dengan kaidah Standar Isi Siaran (SIS). Aturan itu termaktub dalam Pasal 50B ayat (2). Di antaranya, dilarang menayangkan isi dan konten siaran yang mengandung unsur mistik, pengobatan supranatural, serta rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui lembaga penyiaran atau platform digital. Juga dilarang  menyampaikan konten siaran yang subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola lembaga penyiaran dan penyelenggara platform digital penyiaran.

(IG)