Hukum & KriminalNasional

Revisi RUU Polri Menciptakan Tambah Kewenangan Minim Pengawasan ?

8
×

Revisi RUU Polri Menciptakan Tambah Kewenangan Minim Pengawasan ?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Polisi

Jakarta, faktapers.id – Revisi RUU Polri telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI. Rancangan Undang-undang perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri sebagai usul inisiatif DPR, pada Selasa (28/5/2924).

Dalam usulannya, terdapat dua pokok bahasan yang akan diakomodasi dalam revisi terbaru UU Polri tersebut. Pertama, terkait penambahan sejumlah kewenangan seperti pengawasan dan pemblokiran di ruang siber hingga penyadapan mendapat keritikan banyak pihak.

Adapun pokok materi kedua/ yakni berkaitan dengan batas masa pensiun bagi anggota Polri yang hendak diperpanjang menjadi 60 tahun dan dapat bertambah menjadi 65 tahun bila anggota tersebut menduduki jabatan fungsional.

Setelah menjadi usul inisiatif DPR, Revisi UU Polri tersebut nantinya akan dibahas oleh anggota Dewan bersama Pemerintah sebelum resmi disahkan menjadi undang-undang.

Kendati demikian, rancangan revisi UU Polri tersebut mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak lantaran dinilai menambah banyak kewenangan Korps Bhayangkara tanpa ada penguatan dari segi pengawasan.

Kritik tersebut salah satunya disampaikan oleh Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya. Menurutnya, perubahan yang diatur dalam RUU tersebut masih tidak menyelesaikan masalah institusional Kepolisian.

Terkait wacana perpanjangan batas pensiun misalnya, Dimas menilai belum ada kebutuhan mendesak agar hal tersebut harus diubah. Penambahan batas usia pensiun, kata dia, hanya akan menimbulkan masalah baru terkait proses regenerasi di internal Polri.

Ia menilai, hal yang jauh lebih dibutuhkan bagi Korps Bhayangkara saat ini ialah evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme rekrutmen dan kaderisasi anggota.

“Dikhawatirkan akan berdampak pada proses regenerasi di internal Kepolisian. Namun tidak menyelesaikan masalah penumpukan jumlah Perwira Tinggi dan Menengah dalam internal Polri,” katanya Rabu (29/5/2024).

Dimas juga mengkritik perluasan kewenangan bagai Baintelkam Polri untuk melakukan penyadapan dan penggalangan intelijen. Menurutnya kritik itu disampaikan KontraS dikarenakan sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur aktivitas penyadapan Oleh sebab itu, Dimas menilai jika ketentuan tersebut disahkan tanpa ada aturan utama terkait penyadapan bakal sangat rentan terjadi penyalahgunaan kewenangan.

“Sementara itu kewenangan terkait penggalangan intelijen berpotensi tumpang tindih dengan kewenangan serupa yang dimiliki oleh lembaga khusus Badan Intelijen Negara (BIN),” ungkapnya.

Rentan pembatasan internet

Hal lainnya Dimas juga turut menyoroti perluasan kewenangan Polri untuk melakukan pengamanan dan pengawasan di Ruang Siber melalui RUU tersebut.

Pasalnya dalam rancangan yang diusulkan DPR, nantinya Polri dapat melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan dan upaya perlambatan akses Ruang Siber.

Padahal, lanjut Dimas, Polri sendiri telah memiliki preseden buruk pada 2021 ketika melakukan pemblokiran dan perlambatan akses internet secara sepihak di Papua

Oleh karena itu ia khawatir jika penambahan kewenangan itu tidak diikuti dengan upaya pengawasan terhadap Polri maka akan menambah banyak aksi pembatasan internet secara sepihak.

“Kewenangan itu sangat rentan disalahgunakan, mengingat intersepsi komunikasi dan intersepsi digital pengaturannya masih lemah sehingga rentan terjadi kesewenang-wenangan dalam implementasinya,” tandasnya.

“Perluasan untuk ‘membina’ dan ‘mengawasi’ ruang siber jika dilakukan sewenang-wenang dapat melanggar hak privasi warga negara sebagaimana dijamin Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 17 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik,” pungkas Dimas.

[]