Hukum & KriminalSpritual

Perbedaan Pandangan Kemenag vs MUI soal Bir Hingga Tuak Lolos Sertifikat Halal

10
×

Perbedaan Pandangan Kemenag vs MUI soal Bir Hingga Tuak Lolos Sertifikat Halal

Sebarkan artikel ini
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam dan BPJPH Mamat Burhanudin.

Jakarta, faktapers.id – Influencer Dian Widayanti mendapati sejumlah produk dengan nama ‘tuyul’, ‘tuak’, ‘beer’ hingga ‘wine’ memperoleh sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Menurut Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanudin, persoalan tersebut hanya berkaitan dengan penamaan, bukan soal kehalalan produknya.

Melalui akun TikTok pribadinya @dianwidayanti_ dia mempertanyakan mengapa nama-nama tersebut bisa lolos mendapat sertifikat halal, padahal dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 44 tahun 2020, nama-nama itu dilarang.

Dalam aturan itu kita nggak boleh menamakan sesuatu dengan nama yang diharamkan misalnya kayak whiskey, beer dan lain-lain,” ujar Dian.

Setelah video tersebut viral, pihak MUI maupun Kemenag langsung memberi respons. Namun, baik MUI dan Kemenag memiliki pandangan berbeda terkait persoalan ini.

Pandangan MUI

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menyatakan bahwa, penetapan halal tersebut menyalahi standar fatwa MUI. Dia menekankan, seharusnya penetapan halal produk harus sesuai dengan standar halal yang ditetapkan MUI.

Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu meragukan produk yang telah telah bersertifikasi halal karena sudah terjamin kehalalannya.

“Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku,” ujarnya dikutip dari laman resmi Kemenag, Selasa (1/10/2024).

Produk yang Tidak Harus Menyertakan Sertifikasi Halal, Apa Saja? Sertifikasi produk halal sudah diatur Mamat menambahkan, aturan soal penamaan produk halal sebenarnya sudah diatur dalam regulasi SNI 99004:2021 tentang Persyaratan Umum Pangan Halal.

Selain itu, Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk, dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal juga mengatur soal penamaan produk halal. Berkaca dari SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020, Mamat menyampaikan, pelaku usaha tidak bisa mengajukan pendaftaran sertifikasi halal apabila nama produknya bertentangan dengan syariat Islam. Pengajuan sertifikasi halal juga tidak bisa dilakukan jika tidak sesuai dengan etika dan kepatutan yang berlaku di masyarakat.
[]