JawaHukum & Kriminal

Polisi Tangkap Pengedar Uang Palsu di Pasar Ngebuk, Modus untuk Belanja

165
×

Polisi Tangkap Pengedar Uang Palsu di Pasar Ngebuk, Modus untuk Belanja

Sebarkan artikel ini
Mengungkap kasus pengedar dan pembuat uang palsu yang dilakukan oleh seorang residivis. (foto:ist)

Klaten, faktapers.id – Polisi berhasil mengungkap kasus pengedar dan pembuat uang palsu yang dilakukan oleh seorang residivis. Kasus ini terungkap, saat Konferensi Pers, di Mapolres Klaten, Selasa (14/1/2025).

Kapolres Klaten, AKBP Warsono menjelaskan bahwa pelaku berinisial MH (47), warga Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, ditangkap saat mencoba membelanjakan uang palsu di Pasar Ngebuk, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.

Kejadian tersebut terjadi pada Minggu, 12 Januari 2025, sekitar pukul 09.00 WIB. Pelaku memberikan uang palsu pecahan Rp50.000 kepada pedagang ikan asin, yang langsung menyadari bahwa uang tersebut tidak asli.

“Pelaku berinisial MH (47) warga Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, ditangkap saat mencoba membelanjakan uang palsu di Pasar Ngebuk, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten,” jelas Warsono.

Pedagang yang berinisial S, kemudian berteriak untuk memancing perhatian warga sekitar. Pelaku sempat mencoba melarikan diri, namun berhasil diamankan oleh saksi lainnya DS.

DS menangkap pelaku di pinggir jalan dekat pasar dan kemudian diserahkan kepada petugas Polsek Cawas yang segera datang ke lokasi.

*Modus Operandi dan Barang Bukti*

Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa pelaku menggunakan printer warna Epson untuk mencetak uang palsu. Metode yang digunakan melibatkan penempelan uang asli.

Kemudian yang asli ditempelkan pada kertas HVS yang kemudian dicetak dengan printer. Pelaku membuat uang palsu pecahan Rp50.000 dan Rp100.000.

Kasat Reskrim Polres Klaten, AKP Yulianus Dica Ariseno menjelaskan bahwa pelaku memulai aksinya dengan membeli uang palsu secara online dan belajar secara mandiri.

“Jadi pelaku ini dulu pernah membeli uang palsu secara online melalui Facebook. Ia kemudian belajar secara mandiri menggunakan printer Epson yang ada di depannya. Untuk di wilayah Klaten sendiri, pelaku baru satu kali mencetak uang palsu,” ungkap Yulianus.

“Pelaku memproduksi uang palsu senilai Rp500 ribu, di mana Rp300 ribu di antaranya telah digunakan untuk transaksi di Pasar Ngebuk, Kecamatan Cawas. Pecahan uang yang dibuat mencakup Rp20.000, Rp10.000, dan beberapa pecahan Rp100.000,” tambahnya.

Barang bukti yang diamankan meliputi satu lembar uang palsu pecahan Rp50.000, satu lembar uang palsu pecahan Rp100.000, satu unit sepeda motor Yamaha Jupiter, dan satu buah printer warna hitam Epson L3110.

Selain itu, ditemukan bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan uang palsu, seperti kertas, pita, dan alat pemotong.

“Pelaku adalah residivis yang sebelumnya terlibat dalam kasus serupa dan baru saja keluar dari Lapas Jogja pada Januari 2024,” tambahnya.

*Penjelasan dari Bank Indonesia (BI)*

Kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah Bank Indonesia (BI) Solo, Anang Dwi, memberikan edukasi kepada masyarakat terkait ciri-ciri uang asli. Ia memperkenalkan metode 3D: Dilihat, Diraba, dan Diterawang, yang dapat membantu masyarakat membedakan uang asli dan palsu.

“Jika dilihat, uang asli memiliki warna yang jelas, benang pengaman yang berubah warna saat terkena cahaya, dan motif batik kawung yang sangat kecil,” jelas Anang.

Anang menambahkan bahwa metode ini cukup mudah dilakukan masyarakat untuk mengenali uang asli. Salah satu langkah penting adalah meraba permukaan uang yang memiliki teknik cetak khusus.

“Diraba, uang asli terasa kasar karena dicetak menggunakan teknik intaglio dengan plat baja. Beberapa bagian seperti gambar pahlawan, lambang Garuda, dan garis-garis pada sisi uang juga terasa menonjol,” ungkapnya.

Ia menambahkan, apabila diterawang, uang asli memiliki watermark berupa gambar pahlawan dan logo Bank Indonesia yang terlihat presisi. Sedangkan uang palsu seringkali memiliki cetakan yang kabur dan tidak simetris.

Bank Indonesia juga mengimbau masyarakat untuk merawat uang dengan baik melalui prinsip 5J: Jangan dilipat, Jangan dicoret, Jangan distapler, Jangan diremas, dan Jangan dibasahi.

*Ancaman Hukuman*

Pelaku dijerat Pasal 36 ayat (1,2,3) jo Pasal 26 ayat (1,2,3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp50 miliar.

Polres Klaten dalam hal ini juga bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk mengedukasi masyarakat terkait ciri-ciri uang asli dan langkah pencegahan peredaran uang palsu.

“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih teliti saat menerima uang, terutama di pasar tradisional. Jika menemukan uang yang mencurigakan, segera laporkan kepada pihak berwenang,” tegas Kapolres.

.(Madi)