Jakarta, faktapers.id -;Setelah hangatnya perbincangan terkait pagar laut di Tangerang yang terdaftar dengan status Hak Guna Bangunan (HGB), kini temuan serupa muncul di perairan timur Surabaya, Jawa Timur. Lahan seluas lebih dari 600 hektar ini ternyata tercatat memiliki HGB, dan temuan ini menarik perhatian publik, mengingat luasannya yang mencapai 656 hektar.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Thanthowy Syamsuddin, yang pertama kali mengungkapkan temuan ini, menjelaskan bahwa hasil penelusurannya menunjukkan adanya HGB yang terdaftar di atas perairan timur Surabaya. Dengan menggunakan aplikasi Bhumi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Thanthowy berhasil menemukan informasi mengenai lahan tersebut dengan koordinat yang sangat detail, yakni di sekitar perairan Sidoarjo, yang berada pada titik 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E, dan 7.354179°S, 112.841929°E.
“Awalnya saya khawatir kejadian serupa yang terjadi di Tangerang bisa juga terjadi di Jawa Timur. Setelah saya verifikasi dengan aplikasi Bhumi dan Google Earth, saya terkejut karena lahan ini benar-benar berada di wilayah laut, bukan di daratan,” ungkap Thanthowy saat dikonfirmasi pada Selasa (21/1/2025).
Dua Perusahaan Pemegang HGB Laut Sidoarjo
Lebih lanjut, Kanwil ATR/BPN Jawa Timur mengonfirmasi bahwa terdapat dua perusahaan yang tercatat sebagai pemilik HGB di perairan timur Surabaya tersebut. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang. Berdasarkan data yang diterima, PT Surya Inti Permata memiliki dua HGB dengan luas masing-masing 285,16 hektar dan 219,31 hektar, sedangkan PT Semeru Cemerlang memegang satu HGB seluas 152,36 hektar.
Kepala Kanwil ATR/BPN Jawa Timur, Lampri, menjelaskan bahwa investigasi lebih lanjut masih dilakukan untuk memastikan apakah lahan HGB ini benar berada di atas perairan atau daratan yang sebelumnya mengalami abrasi. Lampri menekankan bahwa jika terbukti ada kesalahan dalam penerbitan HGB, pihaknya akan menindak tegas dengan membatalkan status HGB tersebut.
“Investigasi masih berlangsung. Kami akan memastikan apakah ini melanggar peraturan atau tidak. Jika ada pelanggaran, HGB ini akan kami cabut,” ujar Lampri.
Penjelasan Menteri ATR/BPN Mengenai HGB Laut
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, memberikan penjelasan terkait perbedaan antara kasus HGB yang terdaftar di perairan Tangerang dan Sidoarjo. Menurutnya, sertifikat HGB di Surabaya terbit pada tahun 1996 dan saat itu lahan tersebut masih berada dalam batas garis pantai. Seiring dengan terjadinya abrasi, beberapa area yang semula berupa daratan kini telah terendam laut.
“Karena adanya abrasi yang terjadi, wilayah pantai tersebut lama kelamaan tergeser ke dalam laut. Peta tahun 1996 mencatatkan bahwa area tersebut masih dalam garis pantai, namun kini berubah menjadi wilayah perairan,” jelas Nusron.
Namun, untuk kasus di Tangerang, meskipun sudah diketahui pemiliknya, penerbit dan proses penerbitan HGB tersebut masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut.
Dengan adanya dua temuan besar ini, masyarakat dan pihak berwenang diharapkan dapat lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan status HGB yang terdaftar di atas perairan, yang dapat berimbas pada kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat.
[[