Jakarta, faktapers.id – Mantan Sestama Basarnas, Max Ruland Boseke, mengungkapkan bahwa kebijakan kewajiban penyetoran dana komando sebesar 10% dari pihak swasta yang bekerja sama dengan Basarnas bukan hal baru. Menurut Max, kebijakan ini sudah ada sejak 2009, setelah Basarnas berdiri terpisah dari Kementerian Perhubungan dan mulai mengelola anggaran sendiri.
Pernyataan ini disampaikan Max dalam persidangan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/2/2025). Dalam kesaksiannya, Max mengungkapkan bahwa kebijakan dana komando yang bersifat lisan tersebut berasal langsung dari Kabasarnas pada tahun 2009. “Tidak ada surat keputusan tertulis, tapi setiap rekanan yang mendapatkan proyek diwajibkan untuk menyetorkan dana komando 10%,” ujarnya.
Kasus ini melibatkan beberapa terdakwa, termasuk mantan Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas, Anjar Sulistiyono, dan Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta, yang diduga menerima manfaat dari proyek-proyek tersebut. Keberadaan dana komando tersebut telah menjadi bagian dari struktur anggaran Basarnas, dengan Max menegaskan bahwa kebijakan ini telah berlanjut tiap tahunnya, termasuk dalam pengadaan truk dan RCV pada tahun 2014.
Persidangan ini semakin mendalam dengan pertanyaan hakim mengenai kewajiban penyetoran dana komando dalam proyek-proyek tertentu, yang menurut Max, seharusnya juga berlaku pada pengadaan truk dan RCV tersebut.
[]