Jakarta, faktapers.id — Dalam wawancara terbaru dengan pengacara Sri Dharen SH, MH, MBA mengenai kliennya, Ibu Emilia, terungkap kisah pilu tentang perjuangan perempuan ini dalam mendapatkan keadilan atas perlakuan yang ia alami dari mantan suami.
Ibu Emilia membeberkan kronologi permasalahannya yang berujung pada permintaan perlindungan hukum kepada pengacara Dharen, karena merasa hidupnya terganggu setelah mantan suaminya mengajukan somasi tanpa alasan yang jelas.
Permasalahan Bermula dari Somasi Tanpa Alasan
Emilia mengungkapkan bahwa meski ia sudah tidak memiliki hubungan dengan mantan suaminya, ia merasa tertekan dan hidupnya terganggu setelah menerima somasi. “Saya merasa hidup saya tidak tenang. Meskipun saya dan mantan suami sudah tidak ada masalah, dia malah mengirimkan somasi kepada saya. Padahal, saya sudah diam dan tidak ada masalah dengan dia,” jelas Emilia dengan penuh emosi pada faktapers.id, Selasa 4 Maret 2024 didampingi pengacara Sri Dharen SH, MH, MBA di kantornya.
Kisahnya bermula saat ia menikah dengan mantan suami secara sah pada tahun 2018 di Temanggung, Jawa Tengah, tanpa adanya paksaan. Ia menegaskan bahwa pernikahan tersebut adalah atas dasar suka sama suka, bukan seperti yang dikatakan mantan suaminya yang sempat mengklaim bahwa pernikahannya dilakukan dengan paksaan. “Kami menikah secara resmi, dan keluarga saya serta keluarga suami mengetahui dan menyetujui pernikahan ini,” jelasnya. Namun, meski begitu, hubungan mereka mulai retak ketika Emilia mendapati bahwa mantan suaminya sering berselingkuh dan berhubungan dengan banyak perempuan.
Pengakuan Selingkuh dan Pemalsuan Tanda Tangan
Emilia menceritakan lebih lanjut bahwa hubungan pernikahannya retak karena sang suami terbukti selingkuh. Ia sering kali mendapati suaminya berbohong, mengatakan bahwa ia bekerja, padahal ternyata sedang berkencan dengan perempuan lain. Salah satu pengakuan yang mengejutkan adalah bahwa suaminya pernah menginap di sebuah hotel bersama wanita dari Bandung, yang baru ia ketahui setelah mencari bukti. “Perempuan itu mengaku tidak tahu kalau dia sudah beristri, bahkan dia bilang kalau dia tidak tahu saya adalah istrinya,” ungkap Emilia.
Ternyata, permasalahan tidak berhenti sampai di situ. Menurut pengakuan pengacara Sri Dharen, mantan suami Emilia juga diduga melakukan pemalsuan tanda tangan dan dokumen untuk kepentingannya sendiri. “Kami mendapat informasi bahwa mantan suami klien kami berusaha memalsukan tanda tangan dan dokumen terkait,” ujar Dharen. Kasus ini semakin rumit dengan adanya dugaan bahwa proses perceraian yang dijalani Emilia juga tidak sah, karena ia tidak menerima pemberitahuan resmi dari pengadilan.
Melihat situasi yang semakin memburuk, Emilia akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur hukum dan meminta pendampingan dari pengacara Sri Dharen. Ia merasa tertekan dan khawatir bahwa ada korban lain yang tidak berani berbicara karena takut atau malu. “Saya tidak ingin hanya menjadi korban, saya ingin keadilan. Saya ingin memastikan agar tidak ada lagi perempuan yang mengalami hal yang sama,” ujar Emilia dengan tegas.
Sementara itu, pengacara Sri Dharen menegaskan bahwa sebagai kuasa hukum, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk membela kliennya. “Tidak ada ruang untuk ketidakadilan dalam hukum. Seharusnya hukum menjadi alat perlindungan bagi perempuan, bukan menjadi tameng bagi pria yang berbuat salah,” kata Dharen. Ia juga menambahkan bahwa kasus ini melibatkan dugaan pemalsuan tanda tangan dan dokumen, serta tindak pidana penggelapan harta yang diduga dilakukan oleh mantan suami Emilia.
Dalam kasus yang melibatkan Emilia dan mantan suaminya ini menjadi contoh nyata betapa pentingnya perlindungan hukum bagi perempuan, khususnya dalam hal hak-hak pernikahan dan perceraian. Dengan adanya somasi yang tidak jelas dan dugaan pemalsuan dokumen, Emilia berhak untuk menuntut keadilan. Pengacara Sri Dharen menekankan bahwa, sebagai warga negara Indonesia, perempuan berhak untuk hidup damai dan terlindungi dari intimidasi serta tindakan tidak adil.
Dharen juga menambahkan, “Ini adalah negara yang merdeka, dan hukum tidak boleh digunakan untuk menjadikan wanita korban. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada keputusan yang adil dan tepat.” pungkasnya.
Kasus ini kini tengah dalam penyelidikan lebih lanjut, dan pihak berwenang diminta untuk segera mengambil langkah tegas guna memastikan hak-hak korban terlindungi.