Jakarta, faktapers.id – Lesunya industri perhotelan di Jakarta mulai berdampak serius terhadap kelangsungan usaha dan nasib para pekerja. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta mengungkapkan bahwa penurunan tingkat hunian hotel secara drastis pada triwulan pertama 2025 bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini.
Dalam survei yang dilakukan Badan Pimpinan Daerah PHRI DKI Jakarta pada April 2025 terhadap para anggotanya, tercatat bahwa 96,7 persen hotel mengalami penurunan okupansi. Bahkan, 66,7 persen responden menyebutkan bahwa penurunan paling tajam berasal dari segmen pasar pemerintahan akibat kebijakan penghematan anggaran yang diberlakukan pemerintah.
“Industri ini tengah menghadapi tekanan berat dari berbagai sisi. Tingkat hunian merosot tajam, sementara biaya operasional naik signifikan dan membebani kelangsungan usaha,” ungkap Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, Senin (26/5/2025).
Kondisi ini diperparah oleh rendahnya kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) ke Jakarta. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sejak 2019 hingga 2023, rata-rata kunjungan wisman hanya 1,98 persen dibandingkan wisatawan domestik.
Menurut Sutrisno, ketimpangan struktur pasar ini menjadi sinyal kuat bahwa strategi promosi dan kebijakan pariwisata Jakarta perlu dievaluasi agar lebih efektif menjangkau pasar internasional.
Selain turunnya pendapatan, pelaku industri juga menghadapi lonjakan biaya operasional. Sutrisno menyebut tarif air dari PDAM naik hingga 71 persen, harga gas meningkat 20 persen, dan beban UMP terus bertambah setiap tahun.
“Jika situasi ini terus dibiarkan, sekitar 70 persen pelaku usaha menyatakan akan melakukan pengurangan karyawan sebesar 10–30 persen,” katanya.
Ancaman ini tidak bisa dianggap remeh mengingat sektor hotel dan restoran menyumbang sekitar 13 persen terhadap pendapatan DKI Jakarta, dengan lebih dari 603 ribu tenaga kerja yang bergantung pada sektor akomodasi dan makanan-minuman.
PHRI juga menyoroti efek domino dari penurunan kinerja sektor ini terhadap ekosistem ekonomi yang lebih luas, mulai dari pelaku UMKM, petani, pemasok logistik, hingga seniman dan pekerja budaya yang selama ini menjadi bagian dari rantai pasok industri pariwisata.
[]