JabodetabekHukum & Kriminal

Sidang PWI vs Dewan Pers Memanas, Saksi Tegaskan Hendry Ch Bangun Ketua Umum Kongres Bandung

84
×

Sidang PWI vs Dewan Pers Memanas, Saksi Tegaskan Hendry Ch Bangun Ketua Umum Kongres Bandung

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id  – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat terus berjuang di meja hijau dalam gugatan hukumnya terhadap Dewan Pers. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (9/7/2025) kemarin, PWI Pusat menghadirkan saksi kunci: Taty Fatimah, staf senior sekretariat PWI yang telah mengabdi selama 55 tahun. Kesaksian Taty menjadi sorotan karena mengungkap sejarah panjang PWI di Gedung Dewan Pers, termasuk fakta mengejutkan bahwa penyegelan kantor yang terjadi baru-baru ini adalah yang pertama kali dalam sejarah sejak 1982.

Sidang sempat diwarnai ketegangan ketika kuasa hukum tergugat melontarkan pertanyaan yang dinilai menggiring opini terkait legitimasi kepengurusan PWI hasil Kongres Luar Biasa (KLB). Majelis hakim yang dipimpin oleh Achmad Rasyid Purba dengan sigap menegur dan mengingatkan agar pertanyaan tersebut disampaikan dalam kesimpulan, bukan dalam pemeriksaan saksi.
“Hendry Ch Bangun Ketua Umum PWI Pusat Hasil Kongres Bandung”
Taty Fatimah, yang kini berusia 75 tahun, dengan tegas menyatakan bahwa Hendry Ch Bangun adalah Ketua Umum PWI Pusat yang sah, berdasarkan hasil Kongres PWI di Bandung.

Ia mengaku hanya mengetahui informasi mengenai KLB dari pemberitaan di media. “Saya hanya tahu PWI yang sekarang dipimpin Pak Hendry, sesuai hasil Kongres Bandung. Soal KLB, saya hanya dengar dari berita saja,” ujar Taty dalam kesaksiannya.

Dalam keterangannya, Taty juga menguraikan sejarah kantor PWI. Ia menjelaskan bahwa sejak mulai bekerja di PWI pada tahun 1970, kantor sempat berpindah dari Jalan Veteran ke Gedung Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih pada tahun 1982. Sejak saat itu, PWI terus berkantor di gedung tersebut tanpa pernah mengalami penyegelan hingga tahun 2024. “Selama saya bekerja, tidak pernah ada penyegelan kantor,” tegas Taty.

Penyegelan kantor tersebut, menurut Taty, berdampak langsung pada pekerjaannya. Ia hanya diizinkan masuk ke kantor pada 30 Oktober 2024 untuk mengambil kop surat, amplop, dan beberapa pakaian, tanpa diberikan akses lebih lanjut. Selain tidak dapat menjalankan aktivitas organisasi seperti biasa, PWI juga dilarang mengadakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) selama penyegelan berlangsung.
Kuasa Hukum PWI Soroti Ketidakadilan Penyegelan

Tim kuasa hukum PWI Pusat dari ‘O.C. Kaligis & Associates’ menyampaikan keberatan mereka mengenai penyegelan kantor PWI di Gedung Dewan Pers. Mereka menekankan bahwa penyegelan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan terhadap organisasi lain yang juga berkantor di sana.
“Selama puluhan tahun, tak pernah ada penyegelan seperti ini. Ini tentu menjadi perhatian karena mengganggu kegiatan organisasi,” ujar Muhammad Faris usai sidang.

Anggota tim kuasa hukum lainnya, Faisal Nurrizal, menambahkan bahwa Taty dihadirkan sebagai saksi karena pengalamannya yang panjang dan pemahaman historisnya mengenai keberadaan PWI. “Beliau tahu betul sejarah PWI. Kalau tadi ada pertanyaan yang melebar, wajar saja kalau beliau tidak tahu. Bahkan majelis hakim tadi sudah menilai banyak pertanyaan tidak relevan,” ungkapnya, didampingi penasihat hukum lainnya Umi Sjarifah, Rukmana, dan Victor.

Tim kuasa hukum PWI mengapresiasi sikap objektif majelis hakim dalam mengarahkan jalannya persidangan agar tetap fokus pada substansi perkara. Mereka juga memastikan akan menghadirkan dua saksi tambahan pada sidang berikutnya yang dijadwalkan pada Rabu (16/7/2025) mendatang.

[]