Jakarta, faktapers.id – Di tengah kesulitan ekonomi yang masih membayangi banyak rumah tangga Indonesia, masyarakat justru dihadapkan pada kenyataan pahit: beras yang mereka beli dengan label “premium” ternyata mayoritas hanyalah hasil oplosan. Investigasi terbaru mengungkap bahwa 85 persen beras premium di pasaran tidak sesuai standar, dan kini sejumlah produsen besar tengah diperiksa pihak kepolisian.
Salah satu nama besar yang disebut ikut diperiksa oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri adalah Wilmar Group, yang selama ini dikenal sebagai produsen pangan berskala nasional. Selain Wilmar, terdapat tiga perusahaan lain yang turut dipanggil karena diduga terlibat dalam praktik curang ini.
Modus pengoplosan: Beras biasa dikemas sebagai premium
Modus yang digunakan para pelaku terbilang sistematis. Mereka diduga mencampurkan beras kualitas medium dengan jenis lainnya, lalu mengemasnya dengan label “premium” dan menjualnya dengan harga tinggi. Praktik ini telah berlangsung cukup lama dan menyasar konsumen ritel dari berbagai kalangan.
Pakar hukum: Ini bentuk penipuan terhadap publik
Menanggapi kasus ini, pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menyebut pengoplosan beras sebagai kejahatan ekonomi yang tidak bisa ditoleransi.
“Rakyat beli beras mahal tapi kualitasnya tidak sesuai. Ini tak pantas dilakukan saat ekonomi sedang sulit,” ujar Hudi saat dihubungi pada Jumat (11/7).
Menurutnya, tindakan ini tidak hanya merugikan konsumen dari sisi harga, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap sistem distribusi pangan nasional. Ia mendesak agar pemerintah mengambil tindakan tegas dan terbuka kepada publik.
Skandal ini juga mengarah pada lemahnya kontrol kualitas dari lembaga terkait, baik di tingkat produksi, distribusi, hingga pengawasan pasar. Publik kini menanti tindakan nyata dari Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, serta Satgas Pangan untuk memastikan konsumen tidak terus menjadi korban praktik nakal industri.
Pihak Bareskrim menyatakan akan terus menindaklanjuti kasus ini dan tidak menutup kemungkinan penetapan tersangka jika ditemukan bukti kuat adanya kesengajaan dalam pengoplosan beras. Pemerintah pun didorong untuk mewajibkan uji mutu dan pelabelan ulang terhadap produk beras di pasaran.
Skandal ini menjadi pelajaran pahit bahwa dalam urusan kebutuhan pokok sekalipun, konsumen masih bisa menjadi korban permainan curang para pelaku usaha.
[]