Jakarta, faktapers.id – Gerakan Rakyat pada Minggu pagi, 13 Juli 2025, menggelar Dialog Kebangsaan bertajuk “Vox Populi Geopolitik Global dan Masa Depan Indonesia” di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat. Acara yang dihadiri sekitar 170 peserta ini menjadi momentum konsolidasi dan diskusi mendalam mengenai berbagai isu krusial, mulai dari dinamika geopolitik, ancaman teknologi, hingga kondisi demokrasi dan ekonomi di Indonesia.
Acara dibuka oleh Ketua Umum DPP Gerakan Rakyat, Sahrin Hamid, yang menyampaikan bahwa pertemuan tatap muka ini merupakan momentum bersejarah setelah sekian lama koordinasi dilakukan secara daring. “Ini merupakan momen terbaik yang harus kita maksimalkan,” ujar Sahrin. Ia juga menyoroti rangkaian acara yang mencakup pidato kunci, pandangan narasumber, Rapat Pimpinan Nasional, hingga malam ramah tamah sebagai bentuk apresiasi. Di akhir sambutannya, Sahrin menyampaikan pesan solidaritas untuk Tom Lembong, yang disebutnya sedang menghadapi proses kriminalisasi politik dan hukum, menyerukan pembebasan.
Tokoh Gerakan Rakyat dan Calon Presiden 2024, Anies Rasyid Baswedan, dalam pidato kuncinya menekankan pentingnya Indonesia memandang diri bukan hanya sebagai negara yang mengurus urusan domestik, tetapi juga sebagai pemain kunci di panggung global.
“Kita patut bersyukur dapat berkumpul secara langsung dalam forum yang bersejarah ini. Saya melihat bahwa rancangan acara hari ini sangat luar biasa dan unik,” kata Anies. Ia menyoroti kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah stabil dengan potensi besar yang harus dijaga keteduhannya oleh Indonesia. Anies juga mengusulkan penamaan “Stasiun ASEAN” untuk stasiun MRT dekat Sekretariat ASEAN di Jakarta, sebagai pengingat peran penting Indonesia di regional.
Namun, Anies mengingatkan, prasyarat untuk dihormati di dunia internasional adalah konsistensi dalam menegakkan hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan di dalam negeri. Ia mendorong Indonesia untuk tidak bersikap pasif, melainkan lebih aktif dalam forum-forum dunia, serta menyiapkan pelaku ekonomi nasional untuk bersaing di tingkat global.
Sorotan Para Pakar: Dari Konflik Timur Tengah hingga Ancaman Siber
Sejumlah pakar dan akademisi turut menyampaikan pandangan mereka dalam dialog ini:
* Dina Yulianti Sulaiman (Pengamat Timur Tengah) menyoroti dampak konflik Iran-Israel terhadap stabilitas energi global, mengingat Indonesia sebagai negara pengimpor minyak. Ia juga mengamati pergeseran menuju sistem multipolar yang membuka peluang bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari dominasi ekonomi dan politik Barat.
* Adri Wanto (Peneliti Teknologi, Universitas Teknologi Nanyang) memperingatkan ancaman perang berbasis teknologi dan siber yang sudah menjadi kenyataan. Ia menyoroti kerentanan infrastruktur digital vital Indonesia, seperti sistem kelistrikan PLN, smelter, dan bandara, terhadap serangan siber. Adri menekankan perlunya regulasi dan kebijakan strategis yang menyatukan pertahanan digital dengan pertahanan militer nasional.
* Thomhert Suprapto (Dosen dan Peneliti Artificial Intelligence) membahas masa depan pembangunan nasional dalam konteks AI. Meskipun AI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, ia menyoroti minimnya data lokal berbahasa Indonesia untuk melatih model AI dan alokasi dana riset AI yang masih kecil di Indonesia.
* Burhanuddin Muhtadi (Dosen, Penulis, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia) mengulas digitalisasi sebagai “pisau bermata dua” bagi demokrasi. Di satu sisi dapat memperkuat akses publik dan transparansi, namun di sisi lain berpotensi merusak jika tidak didukung oleh infrastruktur etik, regulasi hukum, dan literasi digital yang memadai. Ia juga menyoroti fenomena “hashtag activism” sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap narasi media arus utama.
* Didin Damanhuri (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB & Universitas Paramadina) menganalisis perang dagang AS-Tiongkok sebagai pertarungan geopolitik yang berdampak pada perlambatan ekonomi global. Ia menyebut PHK di berbagai sektor di Indonesia sebagai dampak nyata dari kondisi ekonomi-politik global yang memburuk.
* Zahid Musafi (Perwakilan Kuasa Hukum Tom Lembong) secara khusus menyampaikan kejanggalan dalam kasus hukum yang menjerat Tom Lembong. Ia mengklaim adanya indikasi kriminalisasi politik dan kerugian negara yang dihitung tanpa dasar audit yang jelas, serta keanehan dalam penetapan status hukum Tom Lembong.
Suara Rakyat Melawan Suara Oligarki
Sulfikar Amir (Ketua Dewan Pakar DPP Gerakan Rakyat) menutup sesi dialog dengan merangkum semua pembahasan dalam kata kunci “risiko.”
Ia menegaskan bahwa Dialog Kebangsaan ini adalah “reuni” para sahabat yang ingin menjaga Indonesia “tetap waras dan terawat.”
“Mengapa acara ini diberi nama ‘Vox Populi’? Jawabannya sederhana: karena hari-hari ini, yang lebih sering terdengar justru ‘Vox Oligarki’—suara kekuasaan, suara elite, suara segelintir orang yang menentukan arah bangsa,” tegas Sulfikar.
Ia menekankan bahwa kini saatnya mengembalikan marwah demokrasi: suara rakyatlah yang seharusnya menentukan arah negara ini. Ia mengibaratkan dialog ini sebagai “kentongan” yang dibunyikan untuk memperingatkan adanya ancaman nyata dan krisis.
[]