Jakarta, faktapers.id – Komisi III DPR RI kembali mengadakan rapat penting terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), Senin (21/7/2025). Kali ini, suara dukungan dan desakan datang dari Ketua Peradi SAI Jakarta Utara, Carrel Ticualu, yang menegaskan urgensi pengesahan RKUHAP demi tercapainya kepastian hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam paparannya di hadapan para legislator, Carrel menekankan bahwa KUHAP yang baru harus mampu menciptakan keadilan dan kemanfaatan yang merata, baik bagi masyarakat umum maupun aparat penegak hukum. “KUHAP yang baru ini harus memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, baik bagi masyarakat maupun aparat penegak hukum,” ujarnya, menyoroti pentingnya RKUHAP sebagai tandem ideal bagi KUHP No. 1 Tahun 2023 yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026.
Enam Pilar Perlindungan HAM yang Diusulkan Peradi
Peradi SAI Jakarta Utara secara spesifik mengajukan enam poin krusial yang harus menjadi perhatian utama dalam penyusunan RKUHAP, fokus pada peningkatan perlindungan HAM dan pencegahan praktik-praktik yang merugikan:
* Perlindungan HAM saat Penyelidikan: Menggarisbawahi keharusan kehadiran advokat bagi setiap individu yang diperiksa. Advokat juga diberikan hak untuk menyatakan keberatan jika terjadi indikasi tekanan atau intimidasi terhadap klien.
* Pembatasan Waktu dan Frekuensi Pemeriksaan: Menerapkan aturan bahwa pemeriksaan hanya boleh dilakukan selama jam kerja, serta membatasi jumlah hari dan frekuensi pemeriksaan untuk menghindari eksploitasi.
* Imunitas Hukum bagi Advokat: Memastikan advokat yang menjalankan profesinya dengan itikad baik tidak dapat dikriminalisasi, dan mereka dikecualikan dari pasal Obstruction of Justice demi kebebasan beracara.
* Persetujuan Hakim untuk Penahanan: Menghapus kewenangan penyidik untuk menahan secara sepihak, dan mengharuskan adanya persetujuan dari Hakim Komisaris untuk mencegah kriminalisasi atau kasus rekayasa.
Larangan Senjata Api bagi Penyidik
Melarang penyidik membawa senjata api saat pemeriksaan untuk mencegah intimidasi terhadap saksi atau tersangka, sehingga menciptakan lingkungan pemeriksaan yang lebih kondusif.
* Sanksi Tegas untuk Kesalahan Prosedural: Menetapkan hak ganti rugi bagi korban yang salah ditetapkan sebagai tersangka atau salah tangkap. Selain itu, penyidik yang terbukti melakukan kesalahan tersebut dapat dikenai sanksi pidana.
Carrel Ticualu berharap Komisi III DPR dan Pemerintah tidak lagi menunda pengesahan RKUHAP. Menurutnya, aturan baru ini adalah kunci untuk memperkuat sistem peradilan yang adil dan transparan, serta menutup celah-celah pelanggaran HAM yang kerap terjadi di bawah KUHAP lama.
“Sudah waktunya kita reformasi total. KUHAP lama terlalu banyak celah pelanggaran HAM. Kita butuh KUHAP baru yang berpihak pada keadilan dan hak-hak warga,” pungkas Carrel, menegaskan bahwa RKUHAP bukan sekadar perubahan regulasi, melainkan sebuah lompatan besar menuju sistem peradilan yang lebih manusiawi dan berintegritas.
Reformasi ini diharapkan dapat membawa harapan baru bagi masyarakat yang mendambakan keadilan dan perlindungan hukum yang merata.
(Kornel)