Hukum & KriminalKesehatan

​Bayi Alesha Meninggal di RSUDAM: Gepak Lampung Soroti Dugaan Bisnis Alat Medis Ilegal, Sebut Janji Direktur Sekadar Retorika

110
×

​Bayi Alesha Meninggal di RSUDAM: Gepak Lampung Soroti Dugaan Bisnis Alat Medis Ilegal, Sebut Janji Direktur Sekadar Retorika

Sebarkan artikel ini

Bandar Lampung, Faktapers.id. – Kasus meninggalnya bayi Alesha Erina Putri di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lampung terus menuai kritik tajam. Kali ini, sorotan datang dari Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (Gepak) Lampung, yang melalui ketuanya, Wahyudi, secara terbuka menuding bahwa insiden tragis ini bukan hanya persoalan malapraktik, melainkan indikasi kuat adanya praktik bisnis alat medis ilegal di rumah sakit rujukan pemerintah provinsi tersebut.

​Tuduhan “Pasar Gelap Alat Kesehatan” di RSUDAM

​Dalam pernyataannya pada Kamis, 21 Agustus 2025, Wahyudi mengungkapkan kekesalannya terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang di RSUDAM. Ia menyoroti temuan di mana orang tua pasien, Sandi Saputra dan Nida Usofie, diminta membayar alat medis senilai Rp8 juta langsung ke rekening pribadi seorang dokter. “Ini bukan sekadar pelayanan buruk, tapi sudah masuk pada ranah dugaan penyalahgunaan kewenangan. Itu jelas-jelas praktik jual beli liar,” tegas Wahyudi.

​Menurut Wahyudi, kasus Alesha mencerminkan buruknya tata kelola pelayanan kesehatan di Lampung. Ia bahkan menyebut RSUDAM seolah beroperasi ganda sebagai rumah sakit dan “pasar gelap” alat kesehatan. “Jika alat yang tidak dicover BPJS harus dibeli pasien, seharusnya mekanismenya jelas melalui manajemen rumah sakit, bukan ke rekening pribadi oknum dokter. Ini sangat fatal dan patut diduga sebagai praktik kotor yang merugikan rakyat kecil,” tambahnya, menekankan bahwa praktik semacam ini mencoreng nama baik pemerintah daerah dan merusak kepercayaan publik.

​Korban Keluarga Miskin dan Janji yang Tak Terealisasi

​Wahyudi menekankan bahwa bayi Alesha adalah korban dari sistem yang diduga cacat. Ia prihatin melihat keluarga miskin dipaksa menanggung beban biaya yang seharusnya transparan, namun justru dimanfaatkan oleh oknum. “Ironis sekali, ketika nyawa dipertaruhkan, justru ada yang mencari keuntungan,” kritiknya.

​Lebih lanjut, Wahyudi juga menyentil kinerja Direktur RSUDAM, dr. Imam Ghozali, yang baru saja menjabat definitif. Wahyudi mengingatkan janji Imam Ghozali di media yang akan memperbaiki dan mengevaluasi Sumber Daya Manusia (SDM) di rumah sakit. “Tapi apa kenyataan di lapangan menunjukkan masih saja tidak ada yang berubah. Pernyataan direktur hanya sebatas wacana, sementara praktik-praktik yang merugikan pasien tetap terjadi,” ujar Wahyudi, menyebut janji tersebut hanya sebatas retorika.

​Desakan Agar Gubernur dan Aparat Penegak Hukum Bertindak Tegas

​Melihat kondisi ini, Gepak Lampung mendesak Gubernur Lampung dan Dinas Kesehatan untuk segera turun tangan melakukan evaluasi total terhadap manajemen RSUDAM. Selain itu, Wahyudi juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan bisnis alat medis ilegal ini. “Kami minta gubernur jangan tutup mata. Penegak hukum harus masuk, telusuri aliran dana, periksa oknum dokter yang disebut keluarga pasien, dan pastikan ada sanksi tegas,” tandasnya.

​Wahyudi khawatir jika sistem ini dibiarkan, akan ada lebih banyak korban berjatuhan. Ia menegaskan bahwa RSUDAM seharusnya mengedepankan etika profesi dan prinsip kemanusiaan, bukan mempermainkan keluarga pasien yang sedang dalam kondisi terjepit. Gepak Lampung menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas, bahkan siap membawanya ke ranah hukum jika pemerintah daerah tidak mengambil tindakan serius. “Ini persoalan nyawa, persoalan moral, dan persoalan hukum. Jangan sampai RSUDAM jadi simbol matinya nurani dalam pelayanan kesehatan,” tandasnya.

[]