Jakarta, faktapers.id – Sebuah sindikat perdagangan bayi lintas negara yang beroperasi di wilayah Jawa Barat berhasil dibongkar berkat kolaborasi erat antara Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dan Singapore Police Force (SPF). Kerja sama ini berfokus pada penelusuran alur perdagangan yang mencakup Bandung, Pontianak, Jakarta, hingga ke Singapura.
Brigjen Pol Untung Widyatmoko, selaku Sekretaris NCB Interpol Indonesia, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan kelanjutan dari hasil penyelidikan di lapangan. “Kami terus menelusuri rantai perdagangan ini hingga ke luar negeri,” ujarnya pada hari Jumat (19/9/2025).
Sebagai bagian dari investigasi, Kepolisian Singapura telah sepakat untuk memberikan bantuan signifikan, termasuk pemeriksaan terhadap sejumlah saksi kunci. Daftar pertanyaan dari penyidik Polda Jawa Barat akan disalurkan melalui NCB Jakarta ke NCB Singapura pada akhir pekan ini. Bantuan lainnya yang diberikan oleh SPF adalah pencarian tiga warga negara Singapura yang dicurigai terlibat dalam jaringan tersebut.
Selain itu, Divhubinter Polri juga mengarahkan penyidik untuk melacak data Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik porter yang diduga membantu membawa bayi-bayi itu ke Singapura. Langkah ini bertujuan untuk memastikan identitas dan jalur yang mereka gunakan.
Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menetapkan 22 tersangka dalam kasus ini. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan bahwa setiap bayi dijual dengan harga yang fantastis, mencapai sekitar 20.000 Dolar Singapura atau setara dengan Rp 254 juta. Nilai ini mencakup biaya persalinan, kebutuhan bayi, dan keuntungan para pelaku.
Surawan menambahkan bahwa harga tersebut terungkap dari 12 dokumen akta notaris adopsi berbahasa Inggris yang disita dari kediaman salah satu tersangka, Siu Ha alias SH. Dokumen-dokumen ini digunakan sebagai alat legalitas palsu untuk melancarkan transaksi ilegal tersebut.
Total 25 bayi telah menjadi korban jaringan ini, dengan 15 di antaranya berhasil diselundupkan ke Singapura dengan modus adopsi palsu. Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang mengancam mereka dengan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta.