Jakarta, faktapers.id — Aliansi Mahasiswa Indonesia yang mengatasnamakan SUARA (Suara Rakyat Anti Anarkisme) menggelar acara “Panggung Mahasiswa Bersama Rakyat” di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (23/9/2025) siang. Dengan tema “Refleksi Agustus 2025: Menjaga Aspirasi Damai dan Persatuan Bangsa”, kegiatan ini bertujuan menyuarakan pentingnya persatuan dan literasi digital, terutama pasca-peristiwa yang terjadi pada bulan Agustus 2025 lalu.
Acara yang berlangsung dari pukul 13.15 hingga 15.44 WIB ini dihadiri sekitar 1.120 peserta dari berbagai universitas, antara lain Universitas Terbuka, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU), UNUSIA, Universitas Bina Sarana Informatika (BSI), Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Nasional, dan Universitas Trisakti.
Pada kesempatan itu Ketua Panitia Charles Gilbert menyatakan bahwa acara ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa terhadap permasalahan bangsa. “Bulan Agustus adalah trauma bagi kita semua akibat tindakan kriminal dan teror,” ujarnya. “Kami memastikan api yang terjadi di bulan Agustus tidak berlanjut. Kami berharap kegiatan ini bisa menghasilkan hal baik demi bangsa dan negara.”
Acara ini tidak hanya berisi orasi, tetapi juga dikemas dengan berbagai kegiatan edukatif dan artistik. Dimulai dengan pembukaan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan pementasan drama bertajuk “Langkah Damai Untuk Indonesia”.
Puncak acara adalah talkshow yang menghadirkan sejumlah pembicara, termasuk para penggiat media sosial dan perwakilan organisasi mahasiswa:
- Silvia Tjan (Penggiat Media Sosial) Silvia menekankan pentingnya literasi digital dan verifikasi informasi. “Sebagai pengguna media sosial, kita harus punya kesadaran untuk crosscheck kebenaran dan peduli untuk meluruskan,” katanya. Ia juga menyoroti bahaya penggunaan AI untuk membuat konten menyesatkan, seperti video pidato palsu.
- Kevin Geraldi Nguyen (Penggiat Media Sosial) Kevin berbagi pengalamannya saat memantau aksi di bulan Agustus dan melihat bagaimana anak-anak STM mudah terprovokasi. Ia mengingatkan mahasiswa untuk bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial. “Jangan sampai kita menyebarkan isu misinformasi, disinformasi, dan malinformasi,” tegasnya. Ia juga menambahkan, kritik di media sosial harus berdasarkan riset yang kuat, bukan emosi.
- Ahmad Samsul Munir (Presidium Nasional Halaqoh BEM Pesantren) Ahmad Samsul Munir menyoroti peran strategis BEM dalam membimbing mahasiswa agar tidak terjebak berita hoaks. “Tugas BEM adalah mengarahkan mahasiswa, membentuk komunitas yang sehat, dan menjalin komunikasi yang baik,” ujarnya. Ia mengajak mahasiswa untuk bisa membedakan berita faktual dari berita “bodrex” yang memecah belah bangsa.
- Achmad Baha’ur Rifqi (Presidium Nasional BEM PTNU) Achmad Baha’ur Rifqi menekankan bahwa solidaritas mahasiswa adalah benteng terakhir keutuhan bangsa. Ia mengingatkan mahasiswa untuk tidak mudah dimanfaatkan oleh kepentingan segelintir orang. “Kita boleh berbeda warna almamater, tetapi perjuangan kita adalah sama untuk negara ini yang berkeadilan dan bermartabat,” tandasnya.
Setelah diskusi, para mahasiswa membacakan “Deklarasi Mahasiswa Indonesia” yang berisi tiga poin penting:
- Menolak segala bentuk kekerasan, provokasi, dan tindakan yang mengancam persatuan bangsa.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga Indonesia damai.
- Menjaga persatuan dan kesatuan dengan menolak provokasi yang dapat memecah belah bangsa.
Acara berakhir dengan penampilan musik dari UX Band dan pembacaan puisi, menambah semangat kebersamaan di antara para peserta. Kegiatan ini berjalan dengan lancar dan kondusif, meninggalkan pesan kuat bahwa mahasiswa siap menjadi agen perubahan yang damai dan cerdas.
[]