JawaHukum & Kriminal

Kepsek SDN 2 Purworejo Bungkam Saat Dikonfirmasi, Orang Tua Siswa Keberatan Uang PIP Diminta Sekolah Rp50 ribu

38
×

Kepsek SDN 2 Purworejo Bungkam Saat Dikonfirmasi, Orang Tua Siswa Keberatan Uang PIP Diminta Sekolah Rp50 ribu

Sebarkan artikel ini

Sragen, faktapers.id- Praktik pungutan liar (pungli) diduga kembali mencoreng dunia pendidikan di daerah. Kali ini, kasus muncul di SD Negeri 2 Purworejo, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, dimana sejumlah orang tua siswa penerima Program Indonesia Pintar (PIP) mengaku diminta menyerahkan uang Rp50 ribu oleh pihak sekolah setelah pencairan bantuan.

Seorang narasumber yang merupakan wali murid kelas 3 dan sehari-hari berjualan nasi, membongkar kejadian tersebut. Ia menyatakan, setelah pencairan dana PIP, orang tua siswa dikumpulkan dan diarahkan ke bank bersama pihak sekolah. Usai pencairan, mereka kembali ke sekolah, dan di sana, kepala sekolah diduga meminta uang Rp50 ribu dari setiap siswa penerima PIP.

“Uangnya memang kami terima di bank, tapi setelah itu kami diajak balik ke sekolah. Di situ kepala sekolah minta Rp50 ribu per anak, katanya buat pembangunan paving sekolah,” ujar narasumber yang meminta identitasnya disamarkan demi keselamatan.

Yang lebih memprihatinkan, pungutan ini berlaku untuk seluruh penerima PIP, yang sejatinya adalah siswa dari keluarga kurang mampu. “Kami sebenarnya berat. Namanya uang bantuan, ya kami juga butuh. Tapi karena semua diminta, kami nggak enak kalau nolak,” lanjutnya, Sabtu (4/10/2025).

PIP adalah program bantuan tunai dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, yang ditujukan untuk membantu siswa dari keluarga miskin atau rentan miskin agar dapat terus menempuh pendidikan.

Bantuan ini seharusnya murni untuk kebutuhan pendidikan siswa bukan untuk kepentingan lain, apalagi dipotong untuk pembangunan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau dibiayai lewat jalur resmi.

Saat dikonfirmasi melalui telepon, Kepala Sekolah SDN 2 Purworejo, Nor Robiatun memilih bungkam. Meski ponselnya dalam kondisi aktif dan terdengar berdering, panggilan dari awak media tidak dijawab hingga berita ini diturunkan. Sikap tertutup ini justru menambah dugaan kuat bahwa ada hal yang sengaja disembunyikan.

Aspek Hukum: Potensi Pungutan Liar dan Penyalahgunaan Wewenang

Jika terbukti benar, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan wewenang. Pungli dalam dunia pendidikan adalah tindakan yang melanggar hukum, dan secara tegas dilarang dalam Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Lebih lanjut, dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa: Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyalahgunakan kekuasaan,

Kemudian memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Uang Rp50 ribu memang terlihat kecil jika dilihat satuan, namun jika dikalikan dengan jumlah penerima PIP di satu sekolah, nominalnya bisa mencapai jutaan rupiah. Apalagi dana yang dipotong berasal dari bantuan sosial, maka praktik ini bisa masuk dalam kategori penyelewengan dana bantuan sosial yang juga memiliki konsekuensi hukum serius.

Orang Tua Minta Pemerintah Turun Tangan

Sejumlah orang tua yang enggan disebut namanya berharap agar Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen maupun Inspektorat segera turun tangan mengusut praktik ini. Mereka juga mendesak agar tidak ada lagi pungutan atas nama apapun yang bersumber dari dana bantuan pendidikan.

“Kami cuma orang kecil, kerja jualan nasi buat makan sehari-hari. Kalau uang bantuan anak dipotong, buat beli seragam atau buku aja jadi susah. Harusnya sekolah jadi tempat aman, bukan tempat minta-minta uang dari rakyat miskin,” keluh salah satu wali murid.

Tuntutan Transparansi dan Keadilan

Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya pengawasan dalam penyaluran bantuan pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus menjunjung tinggi nilai kejujuran, transparansi, dan etika publik. Jika benar ada pungutan tanpa dasar hukum, maka tindakan tegas dari aparat penegak hukum dan instansi terkait mutlak diperlukan.

Publik kini menanti klarifikasi resmi dari Kepala Sekolah SDN 2 Purworejo, Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, serta pihak terkait lainnya. Sebab jika praktik seperti ini dibiarkan, maka akan mencoreng nama baik dunia pendidikan sekaligus menciptakan ketidakpercayaan dari masyarakat.

(Reporter : Ani Sumadi)