Jakarta, faktapers.if – Ratusan pedagang yang tergabung dalam Solidaritas Usaha Pedagang Rakyat Aliansi Barito Tolak Otoriter menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, pada Selasa (14/10/2025). Aksi yang dipimpin oleh Doly P. Daely ini menuntut pembatalan rencana penggusuran dan penolakan relokasi paksa yang akan memindahkan mereka dari Pasar Barito.
”Kami menolak penggusuran Pasar Barito dan penyingkiran ruang ekonomi kerakyatan,” ujar Doly dalam orasinya, mewakili sekitar 75 massa aksi. Mereka membawa berbagai spanduk dan poster dengan pesan-pesan keras, di antaranya: “Jangan Gusur Kami”, “Pedagang Barito Tolak Relokasi”, dan “Bela Rakyat Kecil Musnahkan Oligarki”.
Membangun Ikon Jangan Membuang Ikon
Dalam pernyataan pers yang mereka rilis, Solidaritas pedagang Pasar Barito menyoroti sejarah panjang pasar yang telah eksis sejak tahun 1975. Mereka mengklaim bahwa pasar ini bukan hanya sekadar tempat transaksi ekonomi, tetapi juga bagian dari kehidupan masyarakat urban Jakarta. “Membangun Ikon Jangan Membuang Ikon,” demikian salah satu spanduk mereka.
Kuasa Hukum Pedagang Pasar Barito, Fahmi Akbar, mengkritik kebijakan Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno yang dinilai tidak berpihak pada pelaku UMKM. Ia membandingkan kebijakan saat ini dengan kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin yang disebutnya sebagai sosok teladan dalam keberpihakan terhadap ekonomi kerakyatan. Fahmi juga menyayangkan program revitalisasi senilai Rp3,5 miliar di era Gubernur Anies Baswedan tidak dilanjutkan.
”Kini, keberadaan Pasar Barito terancam disingkirkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno,” tutur Fahmi.
Kuasa hukum lainnya, Damianus J. Sagala, menegaskan bahwa penyingkiran pedagang kecil merupakan pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Ia merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33, yang menjamin hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan layak dan ekonomi yang berlandaskan asas kekeluargaan.
”Ketika negara gagal melindungi pelaku UMKM dan justru menyingkirkan mereka atas nama pembangunan, itu bukan sekadar kebijakan keliru—itu pengkhianatan terhadap amanat konstitusi,” tegas Damianus. Ia juga menyoroti bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 dan PP Nomor 7 Tahun 2021 yang seharusnya melindungi pelaku usaha kecil.
Doly P. Daely menambahkan, pemindahan paksa ke Lenteng Agung tanpa dialog yang bermakna adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ia menekankan bahwa hak atas pekerjaan adalah pilar utama hak ekonomi, sosial, dan budaya (EKOSOB) yang dijamin dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak Ekosob.
Aksi unjuk rasa ini masih berlangsung dengan orasi-orasi dari perwakilan massa. Mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan rencana penggusuran dan mengembalikan prioritas ekonomi kerakyatan sesuai amanat konstitusi.
[]