Jakarta, faktapers.id — Warga di kawasan Jalur 20 kembali menyoroti praktik parkir liar di depan deretan kafe yang memakan bahu jalan umum. Pemandangan kendaraan yang parkir di jam makan siang dan malam hari bukan lagi hal baru, namun kini semakin menimbulkan pertanyaan: apakah pemerintah kota benar-benar serius menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan hukum yang berlaku di Jakarta?
Pantauan di lapangan menunjukkan, sebagian badan jalan yang seharusnya digunakan untuk kelancaran arus lalu lintas berubah fungsi menjadi lahan parkir pengunjung kafe. Akibatnya, lalu lintas di sekitar lokasi sering tersendat, terutama pada jam sibuk.
“Setiap siang dan malam pasti ramai, mobil parkir di bahu jalan. Kadang harus pelan banget lewat sini karena sempit. Ini kan jalan umum, bukan halaman kafe,” ujar Gus, warga setempat yang meminta agar pemerintah menertibkan parkiran yang melanggar aturan itu.
Langgar Perda DKI Tentang Transportasi dan Ketertiban Umum
Praktik parkir di badan jalan seperti ini jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, khususnya Pasal 25 ayat (1) yang menegaskan bahwa badan jalan hanya boleh digunakan untuk lalu lintas kendaraan, bukan untuk parkir atau kegiatan usaha.
Selain itu, Pasal 63 Perda 5/2014 juga menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran, pencabutan izin usaha, atau denda.
Sementara itu, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Parkir di Luar Ruang Milik Jalan juga menegaskan bahwa setiap tempat usaha wajib menyediakan lahan parkir sendiri, dan tidak diperkenankan menggunakan jalan umum untuk parkir pelanggan.
Tak hanya itu, Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum juga dengan tegas melarang penggunaan fasilitas umum secara tidak semestinya.
Dalam Pasal 40 disebutkan, setiap orang atau badan yang menggunakan fasilitas umum tidak sesuai peruntukannya dapat dikenakan teguran tertulis, penutupan sementara, atau denda hingga Rp50 juta.
Selain peraturan daerah, sanksi bagi kendaraan yang parkir sembarangan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam aturan tersebut, pelanggar dapat dikenakan denda hingga Rp500.000 dan/atau pidana kurungan paling lama 2 bulan.
Lebih lanjut, Dinas Perhubungan DKI Jakarta memiliki kewenangan untuk menderek kendaraan yang parkir di tempat terlarang atau mengganggu lalu lintas, sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2012. Biaya penderekan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan, dan kendaraan baru dapat diambil setelah melunasi biaya derek serta denda administratif.
Langkah ini sejatinya bertujuan untuk menegakkan ketertiban di jalan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tidak semena-mena menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi atau komersial.
Warga Nilai Penegakan Masih “Setengah Hati”
Meski aturan sudah jelas, warga menilai bahwa penegakan hukum di lapangan masih lemah dan tidak konsisten.
Menurut beberapa saksi mata, petugas hanya melakukan razia sesekali, sementara pada hari-hari biasa pelanggaran terus berulang.
“Begitu ada petugas, langsung sepi. Tapi dua hari kemudian parkir lagi di jalan. Kalau begini terus, kapan tertibnya?” keluh salah satu pedagang di sekitar lokasi.
Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah kota belum tegas dan cenderung “angin-anginan” dalam menindak pelanggaran, meskipun sudah banyak keluhan dari pengguna jalan. Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kota atau Dinas Perhubungan terkait keluhan tersebut.
Warga berharap pemerintah tidak hanya menertibkan, tetapi juga menata ulang kawasan usaha di Jalur 20 agar memiliki zona parkir resmi yang tidak mengganggu lalu lintas. Penegakan hukum yang tegas dan berkelanjutan dinilai penting agar peraturan daerah benar-benar memiliki wibawa.
“Kalau dibiarkan terus, nanti semua ikut-ikutan parkir di jalan. Bahu jalan itu hak publik, bukan tempat cari untung,” tegas Gus.
Kejadian ini menjadi cermin nyata bahwa tanpa pengawasan dan penindakan yang konsisten, Perda hanya akan menjadi aturan di atas kertas. Pemerintah diharapkan segera menunjukkan komitmennya terhadap tertib lalu lintas dan penegakan hukum di ruang publik.
Dari pantauan Media ini dalam penindakan, Dishub seperti “angin – anginan” dalam melakukan tindakan.
(Red).













