Jakarta, faktapers.id – Keputusan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, untuk tidak lagi menggunakan jasa pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong (STY), sebagai nahkoda Timnas Indonesia terus menuai sorotan. Setelah kegagalan Timnas Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2026 yang sebelumnya ditangani oleh pelatih lain (Patrick Kluivert, yang juga telah didepak), posisi pelatih kepala menjadi kosong, dan nama STY kembali mencuat. Namun, Erick Thohir menegaskan bahwa saatnya sepak bola Indonesia harus “move on” dan mencari arah baru.
Dukungan dari Kalangan Pengamat
Pernyataan tegas dari Ketua PSSI tersebut mendapat dukungan dari beberapa kalangan pengamat sepak bola nasional. Salah satunya adalah mantan pelatih Arema era Galatama, Gusnul Yakin. Di mata Gusnul, kiprah STY selama melatih Timnas Indonesia sudah cukup manis dan sebaiknya namanya dicatat sebagai salah satu arsitek asing yang sukses, meskipun secara pribadi ia menilai STY masih pantas untuk kembali.
“Cukup sudah kisah manis Shin Tae-yong. Biarlah namanya tercatat sebagai salah satu pelatih asing legendaris di sepak bola Indonesia. Meskipun sebenarnya dia masih pantas untuk kembali ke Timnas Indonesia,” ujar Gusnul Yakin.
Dukungan ini muncul di tengah opini publik yang terbagi, di mana sebagian besar suporter mengharapkan “CLBK” (cinta lama bersemi kembali) antara STY dan skuad Garuda, terutama setelah keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas tim dan menorehkan sejarah baru di level usia muda.
Alasan PSSI Mencari Arah Baru
Keputusan PSSI untuk tidak kembali merekrut STY didasari oleh beberapa pertimbangan mendasar yang disampaikan Erick Thohir, terkait dengan upaya membangun sepak bola Indonesia secara jangka panjang dan berkelanjutan:
- Pentingnya Move On: Erick Thohir menekankan bahwa sudah saatnya sepak bola Indonesia tidak terpaku pada masa lalu dan mencari sosok baru yang bisa membawa tim ke level yang lebih tinggi dan sejalan dengan blueprint PSSI, termasuk target lolos Piala Dunia 2034.
- Masalah Harmoni Tim dan Kepemimpinan: Sebelumnya, STY sempat dipecat (sebelum isu kembali muncul) dan salah satu alasannya adalah PSSI menilai ada masalah terkait kepemimpinan, komunikasi, dan implementasi program yang kurang optimal, terutama terkait hubungan kerja sama dengan pelatih di level usia di bawahnya. Erick Thohir sempat menyoroti perlunya kepemimpinan yang lebih baik di kursi pelatih.
- Struktur Kepelatihan yang Terintegrasi: PSSI ingin membangun struktur kepelatihan nasional yang terstratifikasi, di mana komunikasi antara pelatih senior, U-23, dan U-20 bisa berjalan harmonis, sesuatu yang dinilai menjadi tantangan pada masa kepelatihan sebelumnya.
Proses Pencarian Pelatih Berjalan Hati-hati
Saat ini, PSSI tidak ingin tergesa-gesa dalam menentukan pelatih baru. Proses pencarian dilakukan secara resmi melalui Badan Tim Nasional (BTN) yang dipimpin oleh Sumardji dan akan melaporkan hasilnya kepada Ketua Umum, sebelum dibawa ke Rapat Komite Eksekutif (Exco) untuk diputuskan bersama.
Sejumlah nama kandidat pelatih, baik dari Asia maupun Eropa/Amerika Latin, mulai dijagokan untuk mengisi posisi yang kosong tersebut. Erick Thohir mengakui bahwa mencari pelatih yang mumpuni di tengah peringkat FIFA Indonesia yang belum tinggi (saat ini di sekitar 120-an) merupakan tantangan yang tidak mudah, sehingga PSSI harus selektif dan memberikan confidence kepada calon pelatih mengenai program jangka panjang federasi.
PSSI meminta kepada publik dan media untuk tidak terpancing oleh spekulasi yang beredar di media sosial mengenai nama-nama pelatih, karena keputusan resmi hanya akan diumumkan setelah disetujui dalam Rapat Exco.
(go)













