Ekonomi BisnisNasional

Saatnya Indonesia Bangkit Lewat Karaginan: Jalan Baru Menuju Kedaulatan Pangan

17
×

Saatnya Indonesia Bangkit Lewat Karaginan: Jalan Baru Menuju Kedaulatan Pangan

Sebarkan artikel ini

Oleh Muhammad Burhanuddin
Ketua DPP Garuda Astacita Nusantara

Radarbuana | Jakarta – Indonesia selama ini terlalu sibuk berbicara tentang ketahanan pangan melalui komoditas darat, sementara peluang besar berada tepat di depan mata: potensi rumput laut dan karaginan yang mampu mengubah lanskap industri pangan nasional. Kini saatnya Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku, tetapi berdiri sebagai pusat industri karaginan dunia.

Wacana Besar Pangan Nasional: Mengapa Rumput Laut Selalu Terpinggirkan?

Diskusi mengenai kemandirian pangan sering kali terjebak pada pembahasan konvensional: beras, jagung, kedelai, hingga komoditas hortikultura. Padahal, Indonesia adalah negara maritim dengan garis pantai salah satu terpanjang di dunia—sumber daya yang jauh lebih besar dari sekadar sektor daratan.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang telah lama menopang ekonomi pesisir. Indonesia bahkan tercatat sebagai produsen utama dunia. Namun paradoks besar terjadi: bahan baku berlimpah, tetapi industri hilir yang mengolahnya menjadi produk bernilai tinggi seperti karaginan masih tertinggal jauh.

Kondisi ini seperti negara penghasil kakao terbesar tetapi tidak pernah menjadi pusat industri cokelat dunia. Ironi ini berlangsung puluhan tahun.

Potensi Sulawesi Selatan: Mesin Produksi Rumput Laut yang Menghidupi Banyak Keluarga

Sulawesi Selatan menjadi contoh paling nyata betapa kuatnya sektor ini. Dari Takalar, Jeneponto, Pangkep, hingga Luwu, ribuan ton rumput laut dipanen setiap tahun. Tak terhitung keluarga yang menggantungkan penghidupan dari komoditas ini—mulai dari petani, pengumpul, hingga pelaku industri kecil.

Namun rantai nilai yang terjadi belum berpihak pada petani maupun industri dalam negeri. Banyak hasil panen justru dikirim ke luar daerah atau ke luar negeri sebagai bahan mentah. Nilai tambah yang seharusnya dinikmati bangsa sendiri akhirnya berpindah ke negara pengolah.

Di sinilah letak persoalan struktural yang harus dibenahi.

Kesenjangan Hilirisasi: PMA Melaju Kencang, PMDN Tertatih

Hasil riset lapangan menunjukkan jurang cukup lebar antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dalam industri karaginan.

Perusahaan PMA

  • Mengolah ribuan ton rumput laut per hari
  • Didukung teknologi ekstraksi modern
  • Memiliki laboratorium R&D
  • Standar mutu tinggi
  • Kemitraan kuat dengan petani
  • Investasi sampai perbaikan akses jalan

Perusahaan PMDN

  • Banyak yang hanya mampu memproduksi 3–5 ton per hari
  • Mesin usang, teknologi terbatas
  • Mutu produk tidak stabil
  • Minim pembiayaan jangka panjang
  • Banyak alat bantuan pemerintah tidak terpakai

Temuan dari anggota DPP Garuda Astacita Nusantara memperlihatkan sebagian besar pabrik karaginan nasional bahkan tidak mampu beroperasi dengan kapasitas maksimal. Ada yang hanya hidup-mati tergantung pasokan bahan baku dan biaya operasional.

Masalah utamanya bukan sekadar kurang modal, tetapi tidak adanya ekosistem industri yang terbangun secara utuh—mulai dari standar budidaya, teknologi, pembiayaan, hingga pemasaran global.

Sementara itu, negara seperti Tiongkok telah membangun sistem terpadu dari hulu sampai hilir dengan orientasi jangka panjang dan komitmen investasi besar-besaran.

Hilirisasi Rumput Laut: Antara Wacana dan Realitas

Sudah bertahun-tahun pemerintah dan berbagai pihak berbicara tentang hilirisasi rumput laut. Namun lebih banyak gagasan berhenti menjadi jargon. Seminar digelar, webinar marak, studi banding dilakukan, namun pabrik baru yang benar-benar produktif hanya sedikit yang terwujud.

Pada saat yang sama, permintaan dunia terhadap karaginan terus meningkat. Bahan ini menjadi komponen penting dalam industri: pangan modern, produk vegan, es krim, susu, daging olahan kosmetik dan  farmasi.

Jika Indonesia tidak mempercepat langkahnya, negara lain akan terus menjadi pemain utama, sementara kita hanya menonton perdagangan global yang bahan bakunya berasal dari laut kita sendiri.

Mengapa Karaginan Penting untuk Kemandirian Pangan?

Setidaknya ada tiga alasan fundamental yang menjadikan karaginan harus ditempatkan sebagai komoditas strategis nasional:

1. Komponen penting industri pangan modern

Sebagian besar industri makanan menggunakan karaginan sebagai pengental, penstabil, dan pembentuk gel.
Jika Indonesia ingin kuat secara pangan, bahan seperti ini tidak boleh terus bergantung pada impor.

2. Nilai tambah tinggi

  • Rumput laut kering: Rp20.000–30.000/kg
  • Karaginan: Rp120.000–300.000/kg

Kenaikan nilai tambah ini mampu:

  • meningkatkan pendapatan petani
  • menguatkan industri lokal
  • menambah devisa
  • memperkecil ketergantungan impor

3. Indonesia punya modal paling mahal: volume produksi

Kita memiliki lahan budidaya terbesar dan produksi rumput laut raksasa. Yang kurang hanyalah kemauan kolektif untuk mengolahnya menjadi nilai tambah tinggi.

Saatnya Karaginan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN)

Untuk mewujudkan visi besar kemandirian pangan yang digaungkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, sektor ini perlu mendapatkan perhatian khusus melalui penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN) Karaginan.

PSN ini harus mencakup:

  • Pembangunan pabrik pengolahan di sentra rumput laut
  • Skema pembiayaan jangka panjang bagi PMDN
  • Insentif fiskal dan dukungan teknologi
  • Standardisasi mutu nasional
  • Riset terpadu dari bibit hingga ekstraksi
  • Kemitraan jangka panjang dengan petani
  • Pembangunan infrastruktur pendukung

Dengan pendekatan menyeluruh, ekosistem industri dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Kemandirian Pangan yang Berbasis Laut: Masa Depan Indonesia

Sudah saatnya kita memahami bahwa kemandirian pangan bukan hanya urusan sawah dan ladang. Laut Indonesia menyimpan kekuatan yang dapat menggerakkan industri pangan masa depan.

Rumput laut—dan karaginan sebagai produk hilir utamanya—adalah peluang besar yang selama ini luput dari perhatian. Jika Indonesia ingin naik kelas menjadi kekuatan industri pangan dunia, keputusan berani harus diambil sekarang.

Karaginan bukan sekadar opsi alternatif. Ia adalah pintu strategis menuju kemandirian pangan berbasis maritim.

Dari ombak yang memecah di pesisir Indonesia, masa depan kemandirian pangan negeri ini sesungguhnya bisa dimulai.

Jakarta, 24 November 2025