HeadlineHukum & Kriminal

Tidak Kantongi Izin dan Belum Bayar Pajak, Tayangan Reklame Raksasa Milik “Dev” Diturunkan Satpol PP

8
×

Tidak Kantongi Izin dan Belum Bayar Pajak, Tayangan Reklame Raksasa Milik “Dev” Diturunkan Satpol PP

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Tayangan reklame raksasa berukuran 16m x 8m yang berdiri di kawasan Ciputra Word Jalan Outer Ring Road Kec Cengkareng Jakbar, Rabu (26/11) sore, diturunkan Satpol PP DKI Jakarta dan Satpol PP Kota Adm Jakbar.

Tayangan reklame itu diturunkan karena tiang reklame belum mengantongi IPR dan PBG, serta tayangan iklannya juga belum membayar pajak.

Reklame tanpa izin merupakan pelanggaran serius terhadap regulasi di DKI Jakarta. Pemasangan iklan luar ruang seperti billboard, spanduk, baliho, atau videotron tanpa persetujuan pemerintah daerah tidak hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga merugikan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak yang hilang. Berdasarkan peraturan terkini hingga 2025, Pemprov DKI Jakarta terus menertibkan kasus ini melalui Satpol PP dan UPPRD.

Penyelenggaraan reklame di DKI Jakarta diatur pada Perda DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame: Mengatur jenis reklame yang boleh dipasang, syarat teknis (seperti etika, estetika, dan keserasian dengan lingkungan), serta larangan pemasangan tanpa izin. Reklame harus memperhatikan rencana tata kota dan tidak boleh dipasang di lokasi yang membahayakan keselamatan.

Kemudian juga diatur pada Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Menjadikan reklame sebagai objek pajak dengan tarif 25% dari Nilai Sewa Reklame (NSR). NSR dihitung berdasarkan kontrak sewa jika melalui pihak ketiga, atau faktor seperti lokasi dan ukuran jika mandiri.

Untuk petunjuk pelaksanaan dan teknisnya diatur pada Pergub DKI Jakarta Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame diubah menjadi Pergub Nomor 100 Tahun 2021 dan Nomor 29 Tahun 2024.

Semua reklame wajib memiliki Izin Penyelenggaraan Reklame (IPR) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) atau UPPRD.

Berdasarkan pantauan faktapers.id, pelanggaran reklame ilegal dikenai sanksi bertahap untuk mendorong kepatuhan. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan tenggat waktu (7-30 hari) untuk membongkar mandiri. Pembongkaran paksa oleh Satpol PP, dengan biaya ditanggung pelanggar. Pencabutan izin dan larangan beroperasi sementara bagi penyelenggara berulang. Denda administrasi hingga 200% dari pajak terutang. Pidana (Pasal 34 Perda 9/2014): Kurungan maksimal 6 bulan atau denda hingga Rp50 juta. Ini berlaku jika reklame membahayakan keselamatan atau merusak lingkungan.

Dari sisi pajak, penyelenggara reklame dapat dikenakan tagihan pajak mundur plus denda keterlambatan (2% per bulan). Pada 2025, estimasi kerugian PAD dari reklame ilegal mencapai miliaran rupiah, termasuk 7.000 unit reklame tak terdaftar yang sedang diproses Kejati DKI Jakarta.

Pada kasus reklame raksada “Dev”, penyelenggara diduga menentang semua aturan yang berlaku tersebut. Bahkan, Pol PP Line yang melinggar di komstruksi tiangnya pun di cabut atau dirusak.

Sementara itu, owner “Dev” berinisial Nov, ketika dikonfirmasi faktapers.id melalui whatsapp dan telepon, Rabu (26/11) dan Kamis (27/11), tidak menjawab. kornel