Jakarta, faktapers.id – Kabar gembira bagi para pencari keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terbaru membawa perubahan signifikan yang secara fundamental memperluas objek praperadilan. Perubahan ini digadang-gadang sebagai langkah progresif dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan upaya pengawasan yang lebih ketat terhadap kewenangan aparat penyidik kepolisian.
Perluasan Objek Praperadilan: Melawan ‘Undue Delay’
Poin paling krusial dalam KUHAP baru ini adalah perluasan objek praperadilan yang kini mencakup kasus laporan polisi yang diabaikan atau tidak diproses oleh penyidik. Sebelumnya, praperadilan umumnya hanya dapat diajukan terhadap empat hal utama, yaitu:
- Sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan.
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
- Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi.
- Sah atau tidaknya penyitaan atau penggeledahan.
Dengan KUHAP terbaru, tindakan pembiaran laporan (dikenal juga sebagai undue delay atau pengabaian tanpa batas waktu yang jelas) kini menjadi objek yang dapat diuji melalui mekanisme praperadilan.
lawtalk.co menyatakan: “Jangan Diam! Dengan KUHAP terbaru, pembiaran laporan (undue delay) sekarang bisa diuji lewat praperadilan. Ini adalah langkah besar bagi perlindungan HAM dan pengawasan penyidik agar proses hukum tetap objektif dan transparan.”
Hal ini berarti, jika masyarakat telah melaporkan suatu tindak pidana ke kepolisian, namun laporan tersebut seolah ‘mengendap’ tanpa ada tindak lanjut yang jelas dalam jangka waktu yang wajar, pelapor kini memiliki landasan hukum untuk menggugat pembiaran tersebut di pengadilan melalui Praperadilan. Tujuannya adalah mendesak penyidik untuk segera memproses laporan sesuai ketentuan hukum.
Pentingnya Perlindungan HAM dan Kontrol Kewenangan
Perluasan objek praperadilan ini memiliki dua dampak utama yang sangat penting dalam sistem peradilan pidana Indonesia:
- Perlindungan HAM: Ini memastikan bahwa hak warga negara untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan proses hukum yang cepat (right to speedy trial) terpenuhi. Dengan adanya mekanisme pengawasan ini, hak-hak korban atau pelapor tidak bisa lagi digantung tanpa kepastian.
- Kontrol Kewenangan Aparat: Perubahan ini berfungsi sebagai alat kontrol yang efektif terhadap diskresi atau penyalahgunaan wewenang oleh aparat penyidik. Penyidik kini berada di bawah pengawasan yang lebih ketat, yang diharapkan dapat meminimalisir praktik-praktik seperti ‘tebang pilih’ kasus atau pembiaran yang disengaja.
Kewajiban Pemasangan CCTV di Ruang Pemeriksaan
Selain perluasan objek praperadilan, KUHAP baru juga menyoroti peningkatan transparansi dalam proses penyidikan. Salah satu poin yang disorot oleh lawtalk.co adalah kewajiban pemasangan CCTV di ruang pemeriksaan.
Kewajiban ini merupakan langkah penting untuk memastikan proses pemeriksaan saksi maupun tersangka berjalan sesuai prosedur, tanpa adanya intimidasi atau pelanggaran HAM lainnya. Rekaman CCTV akan menjadi bukti otentik mengenai tata cara pemeriksaan, memberikan rasa aman bagi yang diperiksa dan mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Secara keseluruhan, KUHAP baru ini merepresentasikan pergeseran paradigma dalam hukum acara pidana, bergerak menuju sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada perlindungan HAM.
Dengan frasa kunci “Keadilan tidak lagi soal menunggu,” pesan yang disampaikan sangat jelas: masyarakat tidak perlu lagi pasif ketika menghadapi kebuntuan hukum. Mereka kini memiliki instrumen hukum yang kuat untuk menuntut kepastian dan kecepatan dalam proses penegakan hukum. Perubahan ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.
[]













