Jakarta, faktapers.id – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan opsi menciptakan hujan buatan untuk mengurangi polusi udara. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih menyebut pihaknya akan membahas opsi itu lebih lanjut.
“Itu termasuk opsi tapi Pemda DKI tidak punya keahlian dan resource tentang itu,” ujar Andono di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/19).
Andono mengatakan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menawarkan kepada Pemprov DKI untuk dilakukan modifikasi cuaca dengan hujan buatan.
Kepala BPPT RI, Hammam Riza melalui akun Instagram-nya menyampaikan, ada tiga skenario hujan buatan, yakni penyemaian awan, penghilangan lapisan inversi, dan penyemprotan air baik dengan pesawat atau dari darat.
Hammam menyebut Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT berkoordinasi dengan Pemprov DKI, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), TNI Angkutan Udara, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia untuk menciptakan kondisi udara Jakarta membaik.
Sebab, kata dia, musim kemarau alias El Nino berpengaruh terhadap pencemaran udara di Jakarta. Ia memaparkan, partikel yang dihasilkan dari aktivitas kendaraan, industri, atau kegiatan lainnya, menimbulkan efek inversi di atmosfer selama musim kemarau.
Artinya, partikel itu akan menumpuk di atas dan membentuk lapisan di atmosfer. “Kalau ada hujan, lapisan ini terbuka kan kayak dicuci lah kotoran. Kayak kita misalkan baju kalau kena air kan kotorannya bisa hilang. Kalau kotoran di udara kena hujan juga hilang menjadi lebih bersih,” kata Andono.
Kualitas udara di Jakarta tengah menjadi perhatian menyusul situs penyedia peta polusi udara AirVisual mencatat bahwa DKI kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia.
Laman AirVisual menyebutkan, Air Quality Index (AQI) dengan skor 208 pada Rabu lalu, 26 Juni 2019, sekitar pukul 08.33 WIB. Ini artinya udara di Jakarta sangat tidak sehat.
Dengan kondisi seperti ini, menurut AirVisual, disarankan anak-anak dan orang dewasa yang aktif serta penderita penyakit pernafasan, seperti asma, harus menghindari aktivitas luar ruangan yang terlalu lama. Sedangkan anak-anak dan masyarakat pada umumnya dianjurkan membatasi waktu di luar ruangan. tjl (Tempo)