Pandeglang, faktapers.id – Nining Suryani (44) dan keluarganya sudah dua tahun tinggal di WC sekolah tempatnya mengabdi. Guru honorer di SD Negeri Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, itu terpaksa memutuskan tinggal di WC sekolah lantaran tidak punya tempat tinggal alias rumah.
WC tersebut berada di lingkungan sekolah dan sehari-hari masih dipakai oleh guru dan siswa. Oleh Nining dan suaminya, Ebi Suhaebi (46), sebagian WC tersebut lalu dimodifikasi. Mereka lalu menambah ruangan lain di sebelahnya untuk kamar dan tempatnya berjualan jajanan sekolah.
“Bekas WC jadi tempat masak, kalau tidur di samping WC, ada ruangan dibangun bantuan dari kepala sekolah,” ujar Nining di SDN Karyabuana 3, Cigeulis, Senin (15/7/19).
Menurut Nining, semua berawal saat rumahnya roboh karena lapuk. Lantaran tidak ada pilihan lain, dia meminta izin pihak sekolah menggunakan WC sekolah untuk tinggal sementara.
Awalnya, pihak sekolah sempat melarang, tetapi akhirnya mengizinkan lantaran tidak ada lagi tempat untuk Nining dan keluarga tinggal. “Kepala sekolah membantu belikan kayu, saya dan suami yang bangun. Alhamdulillah bisa nyaman tinggal di sini,” kata dia.
Bergaji Rp 350 ribu per bulan
Nining mengaku tidak bisa menyewa rumah dengan kondisi keuangan yang minim. Gaji sebagai guru honorer sebesar Rp 350 ribu tidak cukup untuk menyewa rumah.
Bahkan, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja masih kurang. Sementara itu, suaminya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu. “Gaji saya sebagai guru hanya Rp 350.000, cair tiga bulan sekali,” kata ibu beranak dua ini.
Kedua anaknya hanya pulang sesekali. Anak pertamanya kerja di Jakarta, sedangkan yang kedua bersekolah di MTs sekitar 40 km dari Cigeulis.
Nining berharap, gajinya sebagai guru bisa naik, apalagi dia sudah mengabdi sebagai guru selama 15 tahun. Ibu dua anak ini punya alasan khusus mengapa tetap bertahan sebagai guru honorer kendati gajinya kecil.
Dia masih menyimpan harapan untuk diangkat menjadi PNS dan mendapat penghasilan yang sesuai dengan pengabdiannya. “Kalau enggak diangkat juga enggak apa-apa, setidaknya ada kebijakan dari pemerintah berapa kenaikan per bulan. Mau kecil mau besar saya ikhlas terima,” kata Nining.
Sayangnya, tahun demi tahun berlalu, status Nining belum naik juga. Berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk kuliah lagi untuk mendapatkan gelar sarjana.
Nining mengaku sempat merasa putus asa dan menyerah. Apalagi usianya saat ini sudah melebihi batas ambang persyaratan menjadi PNS.
Sempat pula tebersit niat untuk berhenti mengajar, tapi urung mengingat salah satu anaknya masih perlu biaya sekolah. “Anak saya yang kedua sekarang masih sekolah di pesantren, tiap bulan butuh biaya,” kata dia.
Cita-cita Nining
Sebelum tinggal di toilet sekolah, Nining tinggal di sebuah rumah petak di dekat sekolah. Namun, dua tahun lalu rumah tersebut roboh lantaran sudah lapuk.
Keinginan Nining kini hanya satu, dia bisa punya tempat tinggal sendiri yang layak sehingga bisa ditinggali oleh keluarga kecilnya. Nining mengaku sempat merasa putus asa dan menyerah. Apalagi usianya saat ini sudah melebihi batas ambang persyaratan menjadi PNS.
Sempat pula tebersit niat untuk berhenti mengajar, tapi urung mengingat salah satu anaknya masih perlu biaya sekolah. “Anak saya yang kedua sekarang masih sekolah di pesantren, tiap bulan butuh biaya,” kata dia.
Cita-cita Nining Sebelum tinggal di toilet sekolah, Nining tinggal di sebuah rumah petak di dekat sekolah. Namun, dua tahun lalu rumah tersebut roboh lantaran sudah lapuk. Keinginan Nining kini hanya satu, dia bisa punya tempat tinggal sendiri yang layak sehingga bisa ditinggali oleh keluarga kecilnya. fp02 (Kompas)