Jakarta, faktapers.id – Pasca pencopotan Kapolsek Gubeng, Kompol Naufil Hartono akibat tertidur saat rapat penanganan Covid-19 yang dihadiri Pangdam Brawijaya V dan Walikota Surabaya, Jumat (22/5), mendapat cibiran dari masyarakat dan IPW.
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), mengatakan bahwa tindakan tegas pimpinan (Kapolda) terhadap anak buah harus terukur. Maksudnya, ungkap Neta, selaku Kapolda tidak seharusnya menindak anak buah tanpa melihat atau tanpa menghargai kinerja anak buah yang bekerja keras menjadikan Polri yang promoter di tengah pademi Covid-19.
Dalam kasus pencopotan Kompol Naufil Hartono, tindakan Kapolda dinilai berlebihan dan terkesan tidak menghargai kinerja Kapolsek sebagai ujung tombak Kamtibmas di tingkat terbawah.
Neta mengungkapkan bahwa di masa pandemi covid-19, tugas dan peran Kapolsek sebagai ujung tombak sangat terlihat jelas. Secara keseluruhan, tugas dan peran itu bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di wilayah hukumnya. Namun, tugas dan peran itu ternyata sebuah pengabdian yang tak akan pernah dihargai oleh pimpinannya.
Neta menyebutkan ada empat tugas dan peran para Kapolsek di masa pandemi covid-19, dan seharusnya dihargai Kapolda Jatim.
Pertama, para kapolsek harus pontang-panting melakukan deteksi dini dan antisipasi maksimal, agar penyebaran Covid 19 bisa dicegah dan diputus mata rantainya.
Kedua, para kapolsek harus terus bersiaga menjaga wilayahnya dengan maksimal pasca dibebaskannya ribuan narapidana oleh Menkumham Yasonna H Laoly lewat program asimilasi.
Ketiga, para kapolsek juga harus bersiaga penuh menjaga situasi kamtibmas di wilayahnya saat ramadhan dan menjelang lebaran, terutama dengan banyaknya PHK dan industri yang tutup.
Keempat, para kapolsek harus menjadi ujung tombak melakukan pagar betis agar arus mudik bisa dicegah, sehingga penyebaran Covid 19 tidak meluas.
Jadi, ungkap Neta, sangat manusiawi jika ada yang tertidur saat rapat di ruangan AC, apalagi selama ini bertugas di lapangan yang bercuaca panas, dan banyak menghabiskan di lapangan daripada bersama keluarga.
Sikap Kapolda Jatim Irjen Pol Muh Fadil Imran diharapkan menyadari situasi dan kondisi fisik anak buahnya, yang telah bekerja keras membantu tugas Kapolda agar ringan dan Kapolda terlihat berprestasi bila sukses menekan penyebaran covid-19 dan kejahatan di wilayahnya. Neta menegaskan agar Kapolda Jatim itu tidak mengedepankan sikap arogansi.
Sementara itu, tokoh pemuda Jakarta Barat, Umar Abdul Aziz SPd, SH, juga turut menanggapi tindakan tegas Kapolda Jatim yang mencopot Kapolsek Gubeng saat rapat penanganan Covid-19 di ruang ber-AC bersama Pangdam dan Walikota Surabaya.
Umar menegaskan bahwa para Kapolsek telah dan akan selalu bekerja 24 jam di masa pandemi covid-19. Seyogyanya, Kapolda Jatim yang juga pernah menjabat Kapolrestro Jakbar dan Kapolsek Cengkareng itu mengerti lelahnya sebagai anak buah.
“Kapolda itu tugasnya apa yang berat? Paling urusin pendampingan Gubernur, urusin tamu dan acara Mabes Polri, urusin tamu dari legislatif. Intinya, Kapolda lebih banyak kegiatan di ruang ber-AC, ruangan dingin-dingin dan makanan lezat, daripada di lapangan dan makanan warteg. Apalagi Fadil Imran itu bekas Kapolsek Cengkareng dan Kapolrestro Jakbar, tentu dia sangat paham situasi dan kondisi Kapolsek Gubeng-sehingga tertidur di ruang ber-AC. Jadi jangan berlebihan bertindak. Bertindaklah sesuai jalur dan tetap menghargai pengabdiannya,” tegas Umar Abdul Aziz.
Umar Abdul Aziz menyarankan kepada Kapolri Jenderal Idham Aziz agar mempertimbangkan kembali kedudukan Fadil Imran sebagai Kapolda Jatim. Hal ini sangat penting diputuskan oleh Kapolri agar para kapolsek di seluruh Indonesia jadi mengendorkan semangatnya untuk mencegah penyebaran Covid-19.
“Kemudian, agar para kapolsek tidak ada krisis kepercayaan kepada para Kapolda di seluruh Indonesia. Fadil salah cari panggung,” ungkapnya. fp01