FPD: Asumsi Pertumbuhan Ekonomi 4,5 – 5,5 Persen Terlalu Optimis

550
×

FPD: Asumsi Pertumbuhan Ekonomi 4,5 – 5,5 Persen Terlalu Optimis

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Termasuk bagi Indonesia, 2021 adalah masa transisi ekonomi. Karenanya, pemerintah diharapkan bisa menstimulasi perekonomian dengan menjaga daya beli masyarakat atau keep buying strategy. Hal ini diutarakan, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono.

“Fraksi Demokrat berharap agar pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan yang pro pertumbuhan (pro growth), pro pengentasan kemiskinan (pro poor) dan pro penciptaan lapangan kerja (pro job),” ujarnya.

Dalam pandangan FPD, sambung Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR yang akrab disapa Ibas ini, yang disampaikan dalam Rapat Paripurna kemarin, Senin (15/6) memaparkan, asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5-5,5 persen terlalu optimistis.

“Terutama saat Covid-19 menyebabkan banyak pengangguran yang nota bene akan mengganggu konsumsi,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (16/6).

Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur VII pun menegaskan,  target inflasi sebesar 2,0-4,0 persen dan asumsi nilai tukar pada kisaran Rp.14.900–Rp.15.300 per dolar cukup realistis dan harus tetap dijaga.

Selanjutnya, ia juga menyatakan bahwa tingkat tingkat suku bunga SBN 10 tahun pada kisaran 6,67-9,56 persen cukup realistis ditengah situasi ekonomi global yang melambat dan penuh dengan resiko.

Ibas menyampaikan beberapa kritik membangun dalam pandangan tersebut, diantaranya perlunya perbaikan tata kelola hulu migas demi memenuhi asumsi lifting yang sering kali tidak tercapai, tingginya target penerimaan dalam bentuk rasio penerimaan pajak tahun 2021, dan perlunya kajian anggaran K/L non-esensial.

Ibas juga mengingatkan jika defisit anggaran menembus angka enam persen PDB, dikhawatirkan akan menimbulkan krisis susulan dengan kondisi yang lebih berat dari krisis moneter1998 dan krisis Subprime Mortgage di era SBY tahun 2008 lalu. Hal ini akan membebani rakyat, terutama mengingat proses pemulihan dari krisis 1998 memakan waktu lebih dari 5 tahun.

Lebih jauh lagi, Ibas mengingatkan pemerintah reformasi ekonomi untuk keluar dari Middle Income Trap membutuhkan investasi yang tinggi.

Kebijakan penanganan MIT membutuhkan investasi manusia yang insentif dan memakan biaya yang cukup besar demi merubah perekonomian Indonesia dari resource-based economy menjadi knowledgebased economy.

“Di tengah krisis Covid-19 ini, fokus kebijakan baiknya ada pada penyelamatan nyawa dan sektor perekonomian. (OSS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *