Bali, faktapers.id – Ada sekitar 32 warga Pegayaman yang dilakukan mediasi di Aula Kejari Buleleng. Namun, mediasi dilakukan secara bergiliran untuk menghindari adanya kerumunan dalam satu ruangan guna menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Pertemuan mediasi dipimpin langsung oleh Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Bali, Andi Fahruddin. Kemudian hadir pula dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, PUPR Provinsi Bali dan Kejari Buleleng.
Salah seorang warga Desa Pegayaman yang lahan miliknya terkena jalur shortcut Wayan Saparudin mengaku dia dan warga lainnya dipanggil hari ini untuk mediasi ganti rugi pembangunan jalan shortcut. Setelah banyak warga yang mengeluhkan soal kerugian fisik dan non fisik ganti rugi diberikan oleh pemerintah.
“Ada bangunan ukuran rumah tidak cocok harga ganti ruginya. Kemudian ada tanaman dan kandang peliharaan warga yang malah harga ganti ruginya berbanding terbalik. Kandang lebih besar ganti ruginya dengan lahan,” tutur Wayan Saparudin.
Dia mencontoh ada pohon cengkeh yang masih produktif terkena dampak shortcut sebanyak 40 pohon dengan perpohonnya diganti rugi Rp 1,4 juta. Namun setelah masuk data yang tercatat hanya 20 pohon yang diganti rugi. Begitu pula dengan tanah warga satu dengan lainnya yang tidak merata. Padahal itu sudah dilakukan pendataan oleh tim appraisal (penilai).
“Harapan kami setelah dari kejaksaan pertemuan ini mudah-mudahan ada keadilan. Kemudian dilakukan dikroscek dan ditinjau lagi. Seperti apa tanah dan tanaman kami agar dibayar ganti secara layak. Dan uang ganti rugi secepatnya dicairkan,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketut Muhammad Ilyas yang tanah perkebunan cengkeh miliknya terkena jalur shortcut. Dia mengaku sudah lama uang ganti rugi pembebasan lahan shortcut tak cair-cair. Padahal pendataan sudah dilakukan tahun 2019 lalu. Memang ada sebagian warga yang sudah menerima. Tapi dirinya sebanyak 32 warga yang datang hari ini ke Kejari ikut pertemuan belum terima ganti rugi.
Dia menyebut ganti rugi tanah dengan warga lainnya banyak tidak merata dan terjadi kesalahan pendataan.
“Saya memiliki tanah 7 are bagian utara per arenya dihargai Rp 37 juta. Nah pas kebetulan tanah saya bagian selatan atas juga terkena dampak shortcut 7-8 dengan luas 3 are. Namun harga tanah Rp 30 juta per arenya. Saya tak mengerti kok bisa berbanding harga,” tuturnya.
Kedatangan dalam pertemuan ini sejatinya warga juga tidak mengetahui besaran harga ganti rugi lahan yang pasti dan berkeadilan. Tidak ada tumpang tindih harga. “Kami berharap hanya merata harga ganti rugi tidak ada perbandingan satu dengan yang lainnya,” tandasnya.
Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Bali Andi Fahruddin mengatakan pertemuan kali ini dengan warga Desa Pegayaman soal ganti rugi pembebasan lahan proyek shortcut Singaraja-Denpasar. Dari pertemuan dengan warga Desa Pegayaman pada intinya mereka meminta keadilan saja. “Itu yang mereka minta. Karena keluhan mereka ada salah hitung, masalah harga dibawah standar,” ujarnya.
Andi Fahruddin melanjutkan pertemuan dengan warga Desa Pegayaman mewakili Pemerintah Provinsi Bali agar permasalah ganti rugi lahan untuk proyek shortcut cepat terselesaikan. Mengingat proyek tersebut akan dikerjakan.
Jika pertemuan kali ini tidak ada titik temu dengan warga Desa Pegayaman. Maka pihaknya selanjutnya akan serahkan prosesnya ke Pengadilan tempuh jalur hukum secara konsinyasi. Bila masih ada yang keberatan soal harga tanah. “Itu solusi pada saat ini jika tidak ada kesepakatan,” pungkasnya. (Ans)