Bali, faktapers.id – Seorang anak berusia 5 tahun di Seririt, Buleleng berinisial EM menjadi korban dugaan persetubuhan oleh lelaki tua IG.BSP (60). EM menjadi korban persetubuhan di rumahnya sejak sebulan yang lalu. Keluarga pun dengan sigap langsung melaporkan peristiwa itu ke Unit PPA Polres nomor LP B/76/VI/2020/BALI/RES Buleleng.
Menariknya saat dilakukan visum pada anak tersebut ayah korban mengeluhkan terkait biaya yang dikeluarkan di RSUD Buleleng. Ayah korban EM sempat beberapa kali meminta agar anaknya secepatnya dilakukan visum. Setelah kasus persetubuhan dilimpahkan ke Unit PPA Satreskrim Polres Buleleng. Namun petugas beralasan pembayaran visum dengan biaya mahal sebesar Rp 1 juta.
Karena terlalu lama dan ingin hasil yang cepat EM kemudian melakukan visum mandiri ke RSUD Buleleng dengan biaya pribadi Rp 462 ribu.
Atas keluhan itu, Komisioner KPPAD Bali A. A Sagung Anie Asmoro pun langsung turun ke Buleleng. Bersama Ni Luh Gede Yastini dan rombongan mengungkapkan pihaknya selain ingin memberikan pendampingan dan pengawasan dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur di Buleleng juga datang karena adanya pengaduan dari korban persetubuhan yakni orang tua korban dengan adanya pembiayaan visum yang dibebani kepada korban.
“Kami inginkan mereka ini kan korban persetubuhan. Malah menjadi korban lagi dengan pembiayaan visum yang malah di rumah sakit. Ini menjadi beban mereka,” papar Anie Asmoro saat dikonfirmasi faktapers.id, Rabu (1/7) di rumah salah satu anggota DPRD Bali setelah melakukan kunja ke Gedung DPRD Buleleng dan rumah Jabatan Bupati Buleleng mengatakan
Sagung menambahkan, banyak keluhan-keluhan masyarakat Buleleng yang menjadi korban persetubuhan dan kejahatan anak pihaknya telah bertemu dengan Bupati Buleleng dan DPRD Buleleng untuk membahas hal tersebut. Agar biaya visum tidak lagi dibebani kepada korban yang menjadi korban persetubuhan.
Diakui Anie Asmoro, Buleleng memang memiliki Perda Perlindungan Perempuan dan Anak dengan ada point yang mengatur bahwa pembiayaan visum tersebut gratis. Tapi kenyataan dilapangan dari tahun 2018 dan ini keluhan dari pendamping sosial (Pedsos) anak dan P2TP2A. Setiap kali visum dilakukan selalu dibebankan kepada korban persetubuhan.
Bahkan ironi lagi lantaran korban dari keluarga miskin. Maka pedsos dan P2TP2A harus urunan untuk membiayai visum dari anak yang menjadi korban persetubuhan.
“Ini yang kami sangat sayangkan. Seharus adanya perda tersebut sudah tidak ada lagi pembayaran visum bagi anak yang menjadi korban,” ungkap Anie Asmoro usai bertemu dengan sejumlah pimpinan di Pemkab Buleleng, Rabu (1/7).
Dia menambahkan di Buleleng kedepan sudah tidak ada lagi pembiayaan visum bagi anak korban korban persetubuhan. Masalah ini pihaknya akan duduk bersama kembali dengan dinas kesehatan, rumah sakit, dinsos, polisi dan pihak terkait lainnya. Agar pihaknya tak lagi mendengar biaya visum dibebankan kepada korban.
“Di Bali, Denpasar, Badung, dan kabupaten lainnya sudah menggratiskan biaya visum bagi anak yang menjadi korban persetubuhan,” pungkasnya. (Des)