Limbah B3 Rumah Sakit Belum Teratasi, Pandemi Covid-19 Tidak Akan Berakhir

488
×

Limbah B3 Rumah Sakit Belum Teratasi, Pandemi Covid-19 Tidak Akan Berakhir

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Jadi delegasi Indonesia membicarakan pengelolaan limbah (waste management) di masa pandemi Covid-19 yang kini tengah melanda dunia, anggota DPR RI, Dyah Roro Esti tekankan pentingnya pengelolalaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) rumah sakit.

Senin, kemarin (13/7), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI turut berpartisipasi dalam diskusi daring Online Joint Dialogue mengenai Waste Management in the context of COVID-19 Pandemic.

Di kesempatan itu, Roro Esti membahas hal tersebut dalam kaitannya dengan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Menurutnya, salah satu yang menjadi perhatian penting adalah pengelolaan limbah B3 rumah sakit dari sejumlah alat medis sekali pakai, yang saat ini tengah banyak digunakan oleh pekerja medis.

Roro Esti pun mengungkapkan, sejumlah limbah medis ditemukan berakhir di laut, dan mengganggu ekosistem dan organisme laut yang ada.

“Keadaan ini sangat mengkhawatirkan dan perlu penanganan yang serius secepatnya. Pandemi ini tidak akan berakhir sampai kita benar benar memperhatikan dan mengelola limbah yang dihasilkan dalam penanggulangan covid-19 dengan baik,” ujar dia dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (14/7).

Seperti diketahui, sambung Roro Esti, virus ini dapat menempel pada sejumlah alat medis seperti masker sekali pakai, sarung tangan dan lain yang lainnya.

“Maka pengelolaan limbah medis yang baik sangat diperlukan. limbah B3 rumah sakit saat ini di kelola menggunakan incinerator,” papar Legislator yang juga menjabat sebagai Sekretaris Kaukus Ekonomi Hijau (Green Economy Caucus) DPR ini.

Sebut Roro Esti lagi, di Indonesi telah terjadi peningkatan limbah B3 sebesar 30 persen dari sampah medis ini. Roro Esti melaporkan, bahwa berdasarkan data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini baru ada 100 rumah sakit di Indonesia, yang memiliki incinerator yang memenuhi standar untuk mengelola limbah medisnya sebelum dibuang ke pembuangan akhir.

“Pengelolaan limbah B3 ini sangat perlu menjadi salah satu konsentrasi dalam menentukan kebijakan lingkungan, maka perlu penyikapan yang lebih serius dari pemerintah, baik dari segi edukasi kepada masyarakat dan pengadaan infrastruktur (tempat pembuangan limbah B3) di tempat-tempat umum maupun rumah sakit. Sebab tanpa pengelolaan yang cermat, maka ekosistem lingkungan akan menjadi taruhannya,” urainya.

Tidak hanya itu, Roro Esti juga menegaskan kini banyak pekerja informal, khususnya para pekerja kebersihan di TPA yang berhadapan secara langsung dengan limbah B3, atau limbah yang sudah terkontaminasi virus dan bakteri tanpa menggunakan alat pelindung diri atau APD yang memadai.

“Maka ini merupakan ancaman tersendiri bagi kesehatan para pekerja. Sementara itu, disisi lain mereka merupakan aktor penting dalam menghimpun limbah-limbah tersebut. Bahkan di beberapa wilayah, pekerja kebersihan merupakan komponen utama dalam mengumpulkan limbah plastik yang mencapai sebanyak 1 juta ton per tahun,” jelasnya.

Lanjut Roro Esti, permasalahan kelola limbah medis ini sangat penting dan tidak dapat hanya dijalankan oleh satu pihak saja.

Karenanya, mari bergotong royong mengambil peran dalam meningkatkan kualitas kelola limbah atau sampah medis sebagai salah satu upaya menuntaskan pandemi Covid-19 dan untuk lingkungan hidup yang lebih baik. (OSS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *