Headline

Sulit Terapkan Protokol Kesehatan di Pasar Tumpah dan Pedagang Bermobil, Rawan Jadi Klaster Baru  Covid-19

602
×

Sulit Terapkan Protokol Kesehatan di Pasar Tumpah dan Pedagang Bermobil, Rawan Jadi Klaster Baru  Covid-19

Sebarkan artikel ini

Denpasar, Bali. Faktapers.id – Berbagai elemen di seluruh dunia saat ini sedang berjibaku untuk mendukung percepatan penanganan Covid-19. Berbagai upaya telah dilaksanakan guna memaksimalkan pencegahan. Pun demikian, diperlukan dukungan semua pihak, utamanya masyarakat sehingga pencegahan dapat dimaksimalkan. Langkah sederhananya dengan menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan masker, jaga jarak dan rajin cuci tangan.

Ahli Epidemiologi Universitas Udayana Prof. Dr. dr. DN Wirawan MPH saat diwawancarai Kamis (16/7) menjelaskan, bahwa pengalaman di banyak negara di dunia menunjukkan bahwa protokol kesehatan yang paling susah diatur oleh pemerintah dan diikuti oleh masyarakat adalah kerumunan manusia, hal ini baik kerumuman kegiatan ekonomi, sosial, agama, dan lain sebagainya.

“Kerumunan ekonomi yang agak menonjol di Denpasar, Bali maupun Indonesia adalah kerumunan di pasar tradisional, baik kerumunan antar pedagang maupun pembeli, termasuk pasar tumpah dan pedagang bermobil. Kondisi ini wajib mendapatkan perhatian serius, karena adaptasi kebiasaan normal era baru, bukan berarti normal seperti dahulu sebelum ada Covid-19. Ada protokol kesehatan yang harus tetap diterapkan dengan disiplin dan harus menjadi perhatian nersama, tidak bisa seperti dulu lagi,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk pasar tradisional, pasar tumpah dan pedagang bermobil hambatan utamanya adalah karena ruang atau tempat yang sangat terbatas sedangkan jumlah pedagang sangat banyak. Ini adalah kendala atau hambatan yang paling pelik dicarikan jalan keluarnya. Dengan demikian protokol kesehatan yang paling sulit adalah mengatur jarak antar pedagang dan juga pembeli.

“Terlebih dengan dinyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 bisa menular melalui udara, maka jarak antar pedagang dan juga pembeli harus lebih jauh dari yang ditetapkan selama ini,” ulasnya.

Pihaknya mengakui bahwa tidak mudah membuat keseimbangan antara aspek ekonomi dan aspek kesehatan. Bila ruang yang tersedia cukup memadai maka pengaturan jarak antar pedagang akan lebih mudah. Bila tambahan ruang tidak memungkinkan maka satu-satunya jalan keluar adalah dilakukan pengaturan oleh pemerintah, termasuk jika pemerintah menyediakan lokasi yang tidak melanggar aturan yang berlaku, semisal Perda atau aturan hukum lainya.

Di beberapa tempat di Indonesia, jarak antar pedagang diisi pembatas atau partisi. Protokol kesehatan lainnya yang lebih mudah diimplementasikan adalah mengawasi secara terus menerus pemakaian masker dan face shiled (pelindung muka) bagi pedagang maupun pembeli.

“Berbagai kebijakan pasti menimbukan pro dan kontra, tetapi bila tidak diatur maka kerumunan akan tetap terjadi dan wabah Covid-19 tidak akan ada akhirnya dan masalah yang dihadapi seluruh masyarakat Bali akan semakin lama karena matinya sektor pariwisata sebagai tumpuan utama perekonomian Bali hingga saat ini,” jelasnya

Wirawan menyarankan bahwa pengaturan yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mencarikan tempat bagi pedagang tumpah dan pedagang bermobil dan mengatur mereka secara bergiliran untuk berjualan sehingga jumlah pedagang menjadi lebih sedikit sehingga jarak mereka bisa diatur menjadi lebih renggang.

“Cara kedua adalah dengan melakukan surveilens di pasar-pasar tradisional yaitu melakukan test Covid-19 secara berkala sehingga segera bisa diketahui bila ada pedagang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2, selain cara-cara diatas, saya belum melihat solusi lainnya,” pungkasnya. (*/ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *