Headline

Menteri Edhy: Karang Hias di Bali Potensi Jadi Ekonomi Baru dari Sektor Budidaya Kelautan

550
×

Menteri Edhy: Karang Hias di Bali Potensi Jadi Ekonomi Baru dari Sektor Budidaya Kelautan

Sebarkan artikel ini

Badung – Bali, Faktapers.id – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo usai mengunjungi Tempat Pemeriksaan Fisik Ikan (TPFI) Terintegrasi Kawasan Bandara Ngurah Rai,  melanjutkan kunjungan kerjanya ke Pantai Pandawa, Desa Kutuh, Kuta Selatan, Badung.

Disana, Menteri Edhy melihat proses penanaman karang hias, dan diskusi dengan pembudidaya karang Desa Adat Kutuh. “Saya kesini memenuhi undangan kelompok asosiasi pembudi daya karang hias nusantara. Salah satu harapan mereka (asosiasi) bagaimana karang hias ini tetap terus diperbolehkan diperdagangkan. Dan kami (KKP) tetap memberikan izin tetapi kami memberi catatan kalau karang itu dihasilkan melalui pengambilan dari daerah konservasi,” ungkap Menteri Edhy, Rabu (12/8/2020).

“Hari ini saya secara simbolis saya diberikan kesempatan untuk menanam karang. Karang ini penting bagi dunia dan khususnya bagi kita, karena akan menghasilkan oksigen 20 kali lebih banyak dari pohon biasa. Makanya harus kita pertahankan. Potensi karang di Indonesia sangat besar dan ini menjadi komitmen Negara, komitmen kita untuk melestarikannya,” imbuhnya.

Menurutnya dari karang ini juga akan tumbuh ekonomi baru dari sektor budidaya kelautan dan peluang yang sangat besar. Satu karang yang umur satu tahun dan kecil harganya bisa 15 hingga 20 dollar. Bahkan harga terendahnya tidak pernah dibawah 5 dollar.

“Ini bagus dan ini menjadi potensi tambahan hasil budidaya di kelautan kita. Regulasi sudah tidak ada masalah. Tapi yang jelas terus kita kawal jangan sampai ada oknum yang tidak bertanggungjawab mengambil karang-karang di kawasan konservasi,” pintanya.

Ketua Kelompok Pembudidaya Karang Hias Nusantara (KPKHN) Agus Joko Supriyatno berharap Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mendorong kegiatan budidaya ini. Karena budidaya kita mendukung program pemerintah dalam memberdayakan masyarakat nelayan dan juga kita sebagai pahlawan devisa negara.

“Kita mengkontribusi ke Negara cukup besar karena kita melakukan kegiatan budidaya sesuai aturan pemerintah dan juga bayar pajak. Untuk itu saya berharap Pak Menteri benar-benar concern dan mendukung kegiatan kami ini semua. KPKHN juga sanggup untuk menjadi garda terdepan dalam hal perbaikan kerusakan karang laut di Nusantara,” tutur Joko Supriyatno.

Perkembangan karang hias untuk ekspor sangat potensial dan bagus sekali. Permintaan banyak dari Amerika, Eropa dan Negara lainnya.

“Kita masih kurang (belum bisa memenuhi permintaan ekspor). Permintaan lebih banyak dari yang kita hasilkan. Selama pandemi tidak ada pengaruh cuma ada kendala di pengiriman melalui kargo penerbangan,” tambahnya.

Untuk ekspor karang hias sudah kita mulai sejak Januari yang lalu dimana sebelumnya selama 2 tahun tidak diizinkan atau ekspor karang hias ditutup.

Dikatakan  Menteri Edhy Indonesia punya hampir 400 jenis karang dan seluruh wilayah Indonesia ini punya karang.

“Sayangnya potensi karang di Indonesia kita masih belum nomor satu. Nah ini yang akan kita rebut. Potensinya sangat besar, dari harga sudah tinggi,” tutur Menteri Edhy.

Ia menyampaikan kedepan akan melakukan terobosan dengan teknologi tisu culture. Kebanyakan budidaya karang masih menggunakan stek, tapi butuh waktu. Kalau tisu culture lebih massif.

“Teknologi ini ada. Mudah-mudahan bisa kita lakukan. Ada ahli yang bilang pakai tisu culture itu cukup dengan satu butir katak debu gitu bisa menghasilkan banyak. Kalau stek kan harus dipotong paling satu bongkah hanya menghasilkan 20 pasang. Tapi dengan tisu culture bisa jutaan pasang,” ungkapnya.

Joko Supriyatno menuturkan karang hias yang diekspor merupakan hasil budidaya masyarakat dan tidak mengambil karang di perairan konservasi.

“Untuk mengambil indukan karang kita atas rekomendasi LIPI. Kita ada izin, izin penangkaran ada, izin ekspor juga ada, izin budidaya juga ada. Jadi lengkap izin kita,” tuturnya.

“Budidaya karang hias lebih banyak di Bali khususnya di Nusa Lembongan, Buleleng, Pulau Serangan, Pantai Pandawa, dan juga di Gilimanuk Bali Barat serta Candi Dasa. Banyuwangi, NTB, Sulawesi Tenggara juga banyak tapi paling banyak dan potensi tinggi di Bali,” sambung Joko. */Ans

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *