Oleh : I Nyoman Tingkat, Kepala SMA Negeri 2 Kuta Selatan.
Badung – Bali. Faktapers.id – Sejak belajar dari rumah (BDR) 16 Maret 2020 berlangsung, berbagai keluhan muncul di media sosial, baik dalam bentuk video, sindiran, umpatan, maupun surat. Tidak sedikit keluhan ditujukan kepada guru, bahkan memojokkan profesi guru, seakan guru tidak bermasalah mengelola BDR. Syukurnya, respon para guru umumnya positip dijawab dalam bentuk inovasi video pembelajaran yang dapat diakses siswa dari rumah. Di ruang kelas maya, sejumlah guru juga membagikan kata-kata mutiara untuk memotivasi siswa belajar di rumah dan menyemangati dirinya untuk menjaga imun, merawat iman. Bagaimana bila pembelajaran di sekolah dibuka ?
Berdasarkan siaran pers Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 21/Sipres/A6/VIII/2020 tanggal 7 Agustus 2020, pada masa pandemi Covid-19, sekolah di zona hijau dan kuning dapat dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat. Siaran pers itu juga direspon Disdikpora Provinsi Bali dengan menyiapkan Juknis Pembelajaran Tatap Muka (PTM), yang sudah disosialisasikan awal September 2020 kepada seluruh SMA/SMK dan SLB se-Bali, menyongsong era baru pembelajaran di sekolah.
Berbagai persiapan telah di lakukan di sekolah : kesiapan fisik dan psikologi. Kesiapan fisik antara lain menyiapkan thermogun di pintu masuk, tempat cuci tangan dengan sabunnya, hand sanitizer, penyediaan dan penyemprotan disinfektan di setiap ruang, menjaga kebersihan toilet, dan kebersihan lingkugan di sekitar sekolah. Sekolah juga wajib mengalokasikan dana untuk menunjang segala persiapan pembukaan sekolah. Kesiapan psikologis antara lain membentuk tim pelatihan untuk melaksanakan workshop guru/pegawai secara daring dan luring, membentuk gugus tugas pembelajaran, psikososial, dan tata ruang, membentuk gugus tugas kesehatan, kebersihan, dan keamanan.
Ada tiga tahap PTM pada masa pandemi : tahap simulasi, transisi, dan normal baru. Pada tahap simulasi dilakukan uji coba dengan jumlah siswa terbatas yang dibagi dalam beberapa sesi dalam sehari dan dapat dilakukan selama 1 sampai 2 pekan, sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Siswa dapat mengikuti simulasi atas persetujuan orangtua dengan tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan sekolah. Seperti namanya, simulasi adalah semacam gladi resik sebagai jembatan menuju masa transisi, setelah daftar periksa kesehatan terpenuhi. Selanjutnya, pihak sekolah mengevaluasi pelaksanaan simulasi secara komprehensif sebagai persiapan PTM memasuki masa transisi.
Pada tahap transisi, PTM dirancang 3 hari dalam seminggu dikombinasikan dengan BDR secara daring dan dilaksanakan beberapa sesi bergantung pada daya dukung sekolah. Ini akan menambah beban tugas guru. Tiap sesi PTM dirancang 90 menit untuk tiga mata pelajaran berbeda (30 menit per mata pelajaran). Siswa belajar di sekolah selama 90 menit tanpa jeda. Setelah itu mereka pulang dan sekolah tidak diperkenankan membuka kantin. Siswa disarankan membawa bekal dari rumah masing-masing. Direncanakan siswa yang masuk kelas per sesi hanya 50% dari total siswa dalam sekelas (normalnya 36 orang). Jeda antarsesi dijadwalkan 1 jam, dengan pertimbangan seluruh siswa pada sesi sebelumnya sudah pulang dan kelas sudah disemprotkan disenfektan oleh petugas kebersihan sekolah untuk selanjutnya dapat dipakai siswa belajar pada sesi berikutnya. PTM masa transisi dijadwalkan berlangsung 2 bulan.
Pada tahap normal baru, skenario PTM sama dengan masa transisisi tetapi waktu belajarnya diperpanjang setiap sesi, yaitu 2 jam untuk tiga mata pelajaran (@ mata pelajaran 40 menit). PTM saat normal baru dilaksanakan bila pada tahap transisi dinyatakan berhasil bebas dari paparan Covid-19 dan pembelajaran dilaksanakan sepekan penuh dengan tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat. Bila dengan PTM ternyata menimbulkan kluster baru Covid-19, maka sekolah wajib ditutup dan pembelajaran kembali daring. Namun bila berhasil, selayaknya PTM masa Covid-19 menjadi acuan normal baru sekolah.
Mengingat kecenderungan positip Covid-19 di Bali masih meningkat, PTM perlu memperhatikan prinsif kehati-hatian. Tantangan terberat bila sekolah dibuka untuk pembelajaran adalah menegakkan disiplin mengikuti aturan protokol kesehatan, khususnya tidak disiplin menjaga jarak hingga menimbulkan kerumunan walaupun himbauan dan kampanye digencarkan melalui pemasangan baliho terkait pencegahan Covid-19 di lingkungan sekolah.
Video-video protokol kesehatan juga sudah banyak dibuat para siswa. Namun, pelanggaran tetap terjadi. Hal ini terdeteksi dari kedatangan para calon orangtua siswa ke sekolah pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masa pandemi Tahun Pelajaran 2020/2021. Begitu juga para siswa yang datang ke sekolah ketika mereka mengembalikan buku perpustakaan, walaupun sudah diatur kedatangannya ke sekolah secara bertahap, mereka susah diatur untuk menjaga jarak minimal 1,5 meter antarteman.
Dalam jumlah terbatas saja, mereka susah menjaga jarak, bagaimana bila 50 % dari populasi siswa mengikuti pembelajaran di sekolah. Bila jumlah siswa satu sekolah mencapai 1000 orang, jika dibagi tiga sesi, akan ada 333 siswa setiap sesi. Jumlah yang banyak sulit dikelola, apalagi bila pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah tidak mencukupi. Dari yang tidak cukup itu belum tentu juga mereka bisa hadir setiap hari karena berbagai alasan (sakit, upacara agama misalnya).
Tantangan berikutnya adalah belum terbiasa bahkan lupa (membawa) menggunakan masker. Sekolah memang menyiapkan masker, tetapi terbatas jumlahnya. Guru wajib terus-menerus mengingatkan penggunaan masker karena sekolah adalah area wajib masker. Kampanye penggunaan masker “Orang Pinter Pakai Masker” juga digalakkan. Bahkan, sejumlah Pemerintah Daerah, termasuk Bali juga memberlakukan denda bagi mereka yang tidak bermasker. Untuk mengetuk kesadaran bermasker, pemerintah Daerah Provinsi Bali telah menghimbau PNS di Provinsi Bali untuk menyumbang masker dalam rangka menggalakkan penggunaan masker sebagai bagian dari protokol kesehatan.
Begitulah bila sekolah dibuka banyak tantangan yang harus dihadapi para pendidik dan tenaga kependidikan. Bersamaan dengan itu, mereka juga wajib menjaga imun untuk keselamatan dengan disiplin mengikuti protokol kesehatan. Tugas berat ini tidak bisa diatasi sendiri oleh Kepala Sekolah. Oleh karena itu, kolaborasi antara guru, pegawai, siswa, orangtua, masyarakat, dan dinas kesehatan untuk saling menguatkan sangat diperlukan bila sekolah di zona hijau dan Kuning dibuka untuk pembelajaran tatap muka. Salam Sehat. Semoga Semua Hidup Berbahagia menyongsong era baru pembelajaran di sekolah. */Ans