Jakarta, Faktapers.id- Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) menggelar Musyawarah Kota di Gedung LPMP Jl. Nangka Raya No. 60, Tanjung Barat Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan Sabtu, (10/10/2020).
Dalam Muskot Pemilihan Ketua IPSI Jakarta Selatan dinilai oleh para peserta musyawarah ada kecurangan atau ketidak adilan.
Pasalnya saat dikonfirmasi media, Indra, salah satu peserta musyawarah dari Persatuan Pencak Silat Singa Putih mengatakan, apa yang dilaksanakan hari ini, kami merasa kecewa dan menyesalkan. “Karena aturan -aturan yang diterapkan seolah – olah dipaksakan saat pelaksanan Muskot ini”, tandasnya.
Ditanya mengapa pelaksanaan Muskot ini deadlock, Indra menjelaskan Deadlock Karena merugikan satu pihak dan keluar dari AD ART IPSI dan juga hati nurani.
“Kita punya hak suara dan hadir disini karena dipanggil dan diundang, Oleh karena itu saya secara pribadi kecewa melihat pelaksanaan Muskot ini,” sebutnya.
Menurut Indra, kepanitiaan pelaksanaan Muskot kurang siap dalam melaksanakan muskot IPSI Jaksel. “Saya mengharapkan untuk dilakukan revisi dan perbaikan yang lebih baik lagi dalam pelaksanaan Muskot ini, terutama di Pasal 6 ayat 3 dan 4 harus dihapuskan,” tegasnya.
“Kita tidak memiliki hak untuk menyampaikan masukan dan pendapat, bahkan pimpinan sidang langsung mengetuk palu tanpa mendengarkan alasan – alasan yang kita sampaikan.” imbuhnya.
Saat ditanya alasan sampai terjadi deadlock, diungkapkannya bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan deadlock, yaitu: pertama, saya sangat kecewa, karena kehadiran saya jelas membawa aspirasi sebagai Peserta Muskot dan bukan sebagai Peninjau.
Saya terima undangan, kan sebagai peserta, tentunya memiliki hak untuk menyampaikan saran dan pendapat.
Kedua, saat awal proses pemilihan, sudah tidak ada keterbukaan dan transparan. Dimana saat pemilihan pimpinan sidang langsung main catut-catut saja. Tau – taunya dipilih langsung siapa pimpinan sidang tanpa melakukan aturan yang benar.
“Seharusnya dilakukan musyarawah atau voting, bukan hanya tunjuk – tunjuk begitu aja dengan mengabaikan hak para peserta yang hadir. Jadi bagaimaan kita belajar lebih demokrasi”, tanya Indra.
Ketiga, tata tertib itu, sebulan sebelumnya sudah disampaikan kepada kami selaku peserta, agar bisa melihat dimana kekurangan yang harus dibenahi atau direvisi sehingga disaat pelaksanaannya semua berjalan sesuai harapan para peserta.
Oleh karena itu, kita meminta untuk pasal 6 ayat 3 dan 4 harus dihapuskan. Sehingga kita memiliki hak untuk berbicara dan menyampaikan saran dan pendapat demi kemajuan kita bersama secara keseluruhan”, pintanya.
Hal yang sama juga diungkapkan Fiansyah biasa disapa Babe Doel yang melihat pelaksanaan ini, diduga disetting oleh pihak penyelenggara sedemikian rupa.
Babe Doel menjelaskan bahwa mulai dari awal dapat undangan dimana peserta yang memiliki hak pilih berubah menjadi peninjau tanpa hak pilihnya. Menurutnya ada pasal yang tidak merujuk kepada AD ART yang ada.
“Kita tidak bicara soal kalah menang, tetapi kita pingin mengangkat kebersamaan, dengan mengedepankan musyawarah mufakat yang harus dijalani ketika tidak ditemukan titik temunya, tetapi panitia tidak menjalankannya. Kita ini, seolah-olah disetir tanpa diberi kesempatan mengajukan keberatan dan saran”, terangnya.
Peraturannya baru tadi kita terima dan bagaimana kita mau mempelajari. Saat dibaca oleh panitia, tanpa ditanya kepada kami apakah setuju atau tidak, ini langsung diketuk palu. “Ini kan sangat membingungkan kita para peserta,” tandasnya.
Tadinya undangan yang ada sebanyak 82 orang, ternyata yang punya hak suara hanya 20 orang. “Kan jelas kalau dari awal kita tidak punya hak suara buat apa kita diundang sebagai peserta, kenapa disaat hari pemilihan kita yang tadinya peserta digeser menjadi peninjau, Ini ada apa sebenarnya, “tegasnya.
“Jujur kita ini dijebak. Ingin mendapatkan suara terbanyak, tetapi menggunakan aturan-aturan yang dibuat sendiri yang tidak berujung kepada AD ART yang berlaku. Ini yang membuat kami sangat kecewa,” cetusnya.
Kedepan mudah – mudahan ini menjadi pembelajaran buat kita semua. Mari kita revisi, evaluasi dan perbaiki dengan duduk bareng, supaya tercapai kesepakatan dalam musyawarah”, imbuhnya.
Babe Doel menambahkan, saya mewakili teman – teman, sepakat untuk pelaksanaan Muskot hari ini kita deadlock. Tujuannya agar mereka lebih mengedepankan keterbukaan untuk memperbaiki apa – apa yang menjadi kekurangannya, dengan harapan kepanitiaan harus “Netral”.Artinya tidak berpihak ke A atau Ke B, serahkan kepada seluruh peserta untuk menentukan hasilnya.
Lanjutnya lagi, kita ingin adanya kebaikan dan peningkatan di perkumpulan ini yang lebih baik kedepan. “Kita tidak mempermasalahkan siapa pemimpin dan pengurus yang terpilih. Karena itu saya sebagai praktisi silat tradisi, mengajak kalau pingin bekerjasama untuk maju dan berprestasi, ayo kita siap.. tetapi dengan alur dan aturan yang bener”, katanya.
“Harapan saya semoga Pemprov DKI dapat mempelajari apa yang terjadi sekarang ini. Saya sangat optimis, bahwa Pemprov DKI akan mengambil sikap dan keputusan yang bijaksana”, pungkas Babe Doel. Fahmy