Jakarta, faktapers.id – Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri mengemukakan soal Desoekarnoisasi oleh rezim Pemerintahan Orde Baru (Orba). Menanggapi hal ini Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyerukan agar Komisi Pemilihan Umum menindaklanjuti kegelisahan Megawati itu.
“Sebagai penyelenggara pemilu KPU wajib menindaklanjuti de-Soekarnoisasi itu dengan menjadikan sebagai bahan materi debat capres 2019,” ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/1).
Menurutnya, rakyat Indonesia pastinya juga ingin mengetahui sejauh mana pemahaman kedua Capres, tentang presiden RI yang pertama itu.
“Tapi, saya tidak rela kalau tema ini dibahas pakai ‘kerpean’ atau contekan. Pemahaman tentang De-Soekarnoisasi ini harus merupakan hasil pikiran yang orisinal capres. Saya pengen tahu mana dari capres ini yang baca Indonesia Menggugat atau paling tidak penuturan Bung Karno kepada Cindy Adam, seorang jurnalis Amerika yang berhasil mewawancari Presiden pertama RI Soekarno,” sambubungnya.
Legislator PKS pun menilai, sang proklamar, Soekarno manusia sejarah yang sulit dimengerti termasuk oleh pengagum-nya sendiri. Memahami Soekarno memerlukan tingkat kecerdasan tertentu dalam membaca sejarah Indonesia, mulai dari masa pergerakan, kemerdekaan hingga Orde Lama (Orla) tumbang.
“Lalu Orba lahir sebagai jawaban pergolakan ideologi yang mengancam. Tapi, saya juga tidak setuju sepenuhnya dengan kebijakan Orba, khususnya kepada mantan presiden. Saya setuju ada De-Soekarnoisasi di masa itu, tapi juga ada De-Islamisasi jangan lupa,” urai Fahri lagi.
Masih menurut Fahri, de-Islamisasi umurnya lebih lama, dimana saat itu orang Islam merasa cuma diajak berjuang, nanti selanjutnya ditinggal, sampai ada yang memakai istilah ditipu. Bahkan sampai rezim Orla ini, perasaan diabaikan dan tidak dijaga masih kuat di kalangan Islam, tetapi De-Sukarnoisasi sudah berhenti.
“Maka kita sebagai generasi muda bangsa ini bertugas agar kebebasan ini produktif sebagai ajang persahabatan ide dan pikiran. Kalau harus berkompetisi, maka kita memilih berkompetisi secara sehat agar negara kita tambah kuat. Bukan tambah lemah,” cetusnya.
Fahri berpendapat, bangsa Indonesia perlu mentuntaskan beban sejarah, yang salah satu caranya dimulai dari membaca. Karena menurut Fahri, membaca Soekarno, Hatta, Syahrir, Natsir, Baswedan, Maramis, dan lainnya adalah wajib bagi bangsa Indonesia.
“Apalagi yang mau jadi presiden kita. Maka kita mulai dari Soekarno. Dan saya berharap, semoga lahir perdebatan seru antara capres 2019 tentang pendiri bangsa, agar kegundahan soal De-Sukarnoisasi atau De-Islamisasi dapat kita akhiri. Anak cucu kita Harus berhenti mewarisi konflik ideologi. Kita mau hidup membangun negeri,” tegasnya.oss