Jakarta, faktapers.id – “Hidup Mahasiswa !!! Apa guna punya ilmu tinggi? Kalau hanya untuk mengibuli, apa guna? Banyak baca buku, kalau mulut kau bungkam melulu”. Terdengar teriakan ratusan mahasiswa Pelita Bangsa, di kampus mereka, hari ini.
Para mahasiswa yang ternyata berdemo juga mengatakan, “Kampus megah yang gak mahal…..ya pelita bangsa!!!!! Slogan itulah yang selalu dijadikan daya tawar oleh Kampus Pelita Bangsa untuk menarik minat para calon mahasiswa. Saya termasuk dari pada calon mahasiswa yang tertarik oleh slogan tersebut.”
“Akan tetapi setelah menjadi mahasiswa, fakta yang didapat sangat berbeda dengan yang dijanjikan. Kampus yang katanya megah dan gak mahal,” dilontarkan ratusan mahasiswa Universitas Pelita Bangsa, yang melakukan demo menolak kebijakan Universitas yang dianggap “mencekik” mahasiswa.
Mereka menyebutkan, perlahan-lahan pihak kampus menghisap uang mahasiswa. Katanya “Gak Mahal”. Itu adalah suatu upaya perubahan pola pikir melalui sistem yang telah dibuat, yaitu dengan sistem cicilan/kredit.
“Kampus yang seharusnya berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, kini telah menjelma sebagai mesin pencetak uang. Mahasiswa yang seharusnya mendapat pendidikan yang bermutu, ternyata hanya dijadikan sapi perah bagi pihak kampus. Mahasiswa diperlakukan layaknya barang dagangan, yang hanya dijadikan objek mencari keuntungan pihak Kampus,” tandas mereka, sambil membentangkan spanduk dengan berbagai tulisan berisikan penolakan.
Para pendemo membeberkan hal itu bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan
yang diberlakukan oleh pihak kampus, seperti biaya parkir, biaya admin untuk setiap transaksi ecampus sebesar 5K, dengan dalih perawatan server, biaya seminar pertahap sebesar 100K, biaya asuransi 25K ataupun diwajibkannya mahasiswa membayar 500K untuk biaya migrasi data dari Sekolah Tinggi ke Universitas.
“Terlebih, kampus tidak pernah melibatkan mahasiswa dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan mahasiswa itu sendiri. Lantas, siapakah yang di untungkan dan di rugikan oleh kebijakan-kebijakan tersebut?” tanya pendemo.
Mahasiswa memprotes adanya perubahan status menjadi Universitas. Dimana Kampus membuat kebijakan untuk mewajibkan mahasiswa membayar biaya sebesar 500K dengan dalih migrasi data dari Sekolah
Tinggi ke Universitas. Padahal, kebijakan yang dikeluarkan oleh Kampus tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
“Terlebih mayoritas dari mahasiswa pelita bangsa adalah kelas pekerja, yang mengadu nasib demi membahagiakan keluarga di ujung desa, bersyukur ketika bisa dimampukan untuk mengemban pendidikan lanjut,” sebut salah satu pendemo.
“Tapi Pendidikan di kampus ini bukan untuk dikomersilkan. Kebijakan membayar 500K merupakan awal perjalanan dari Universitas Pelita Bangsa, yang mana nantinya jika kita memilih untuk diam, maka akan muncul kebijakan-kebijakan baru
yang membebankan mahasiswa,” imbuh salah seorang orator yang menyesalkan kebijakan pihak kampus.
Mahasiswa pun menilai, bahwa jelas kebijakan ini bertentangan dengan peraturan yang ada dalam UU No.12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, terutama pasal 63, pasal 6 huruf a dan i, pasal 85 ayat (2), pasal 90 ayat (4) huruf b.
“Jika kalin merasakan derita yang sama, mari merapat dalam barisan kami,” teriak pendemo mengajak rekan lainnya yang belum bergabung.
“Adanya kami di sini bukan karena sebab. Tapi karena adanya akibat. Mari bersama Tolak 500K!!!,” tegas pendemo. fp01/fp03