Tatib DPD yang Dipermasalahkan Terkait Etika

×

Tatib DPD yang Dipermasalahkan Terkait Etika

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Darerah (DPD) RI, Mervin S Komber menegaskan, pembahasan Tatib DPD yang telah dibahas melahirkan diantaranya penyempurnaa pasal dan kode etik.

“Penyusunan Tatib ini sudah mulai cukup lama, dan melahirkan beberapa pasal. Sebenarnya pasalnya adalah penyempurnaan. Salah satunya adalah tentang Provinsi kalimantan Utara,” paparnya Dialog Kenegaraan “Tata Tertib (Tatib) DPD RI untuk Apa dan Siapa” di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/19).

Jadi, sambung Mervin, Kalimantan Utara , penyebutannya diawal itu haya menyebutkan daerah tetapi DPD menolak menyebutkan di alat kelengkapan terkait dengan kalimantan utara.

“Karena di Tatib yang lama, Kaltara di wakili Kalimantan Timur, jadi penyebutannya Kalimantan utara garing Kalimantan Timur,” jelasnya.

Sehingga, kata Mervin lagi, jumlah di alat kelengapan itu ada 33 belum 34 , lalu yang berikut memang yang menjadi polemik.

“Itu yang disampaikan oleh Mas Adi (pengamat). Memang itu jadi polemik sebagian kalangan, tetapi kita tidak punya pilihan, karena kita mengambil dari kode etik,” urainya.

Kalau kemudian dalam rapat itu tidak kuorum, lanjut Mervin, berarti bagaimana caranya DPD mengambil kesepakatan atau keputusan yang sangat strategis, karena pengambilan keputusan.

“Makanya semenjak tahun 2017 kita putuskan untuk mengumumkan anggota- yang malas,” beber dia.

“Jadi sejak saya terpilih jadi ketua BK tahun 2017 itu, saya umumkan, anggota yang malas saya umumkan , anggota yang rajin saya umumkan, lalu kemudian sampai pada tahun 2017 akhir 2018, kita jadi kita letakkan kode etik,” terangnya lagi.

Mervin, menuturkan, pihaknya letakan kode etik ini sebagai kenyataan ternyata sekitar 60 orang yang terjaring kode etik.

“Terutama tentang kehadiran, lalu kemudian kita proses. Ada beberapa yang memang harus mendapatkan teguran dari bertingkat dari lisan, tertulis, pemberhentian, sampai terakhir pemberhentian tetap. Prosesnya itu hampir setahun,” imbuhnya.

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno di kesemapatan yang sama mengatakan kalau dibaca secara utuh, ada satu poin yang menurutnya menjadi titik polemik dan perdebatan yang cukup serius DPD, yakni, yang menyangkut pasal 55, Pint 2 ayat 1, 2 dan 3 itu, tentang syarat pencalonan pimpinan DPD.

“Yang pertama misalnya tidak pernah jadi tersangka. Saya kira ini bagus, karena dalam TATIB sebelumnya kan tidak pernah ada,” ungkapnya. Bukan hanya pimpinan DPD, ujar dia, semua unsur terkait dengan para pimpinan pejabat publik, mensyaratkan seorang kandidat tidak boleh tersandung kasus hukum apapun, itu secara normatif menjadi penting.

“Ini kan sebenarnya untuk memberikan satu trigger, satu semangat bahwa pimpinan DPD ke depan ini juga harus orang yang mantap bersih tidak memiliki rekam jejak masa lalu yang agak kelam,” cetusnya.

Dengan meminta maaf, Adi menilai, apalagi harus ia katakan DPD lembaga yang tidak terlampau dikenal orang sebenarnya.

“Makanya kemudian kriteria pemimpin nomor pertama itu adalah dia terbebas dari kasus hukum itu menjadi penting kita apresiasi,” serunya. oss

Ketua BK DPD RI, Mervin S Komber (kanan) dan Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno (kiri) pada Dialog Kenega”Tata Tertib (Tatib) DPD RI untuk Apa dan Siapa?” Jumat (27/9/19). Oss

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *