Jakarta, faktapers.id – Pentingnya Pokok-pokok Haluan Negra, atau yang dulunya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah untuk arah kebijakan pembangunan.
Hal itu dikemukakan Ketua Fraksi Golkar MPR RI, Idris Leina. “Mengenai isu amanademen Undang-undang Dasar 1945 diawali pemikiran perlunya pokok-pokok Haluan Negara,” katanya pada Diskusi Empat Pilar “Mungkinkah Amandemen (Terbatas) Konstitusi Terwujud?” di Media Center/Pressroom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (18/11/19).
Banyak pandangan tentang Pokok-pokok Haluan Negara, sambung Idris, karena ia beserta yang lainnya di MPR menganggap negara harus ada haluan atau arah untuk kebijakan pembangunan.
“Seperti apa harus dilakukan itu, maka perlu ada Pokok-pokok Haluan negara. Pertamanya, kalau kita membuat Pokok-pokok Haluan Negara, siapa yang harus membikin,” urainya.
Kalau dulu sebelum reformasi, lanjut, Idris, karena posisi MPR adalah lembaga tertinggi negara, maka Pokok-pokok Haluan Negara yang dulu disebut GBHN dibuat oleh MPR, kemudian MPR mengamanatkan kepada presiden terpilih, maka presiden dulu disebut dengan mandataris MPR, sehingga menjalankan GBHN.
Kata Idris lagi, dalam konteks sekarang bagaimana Pokok-pokok Haluan dipermanenkan. “Jadi bukan ganti presiden kemudian gantiarah kebijakan. Hanya persoalannya kedudukan MPR, DPR, Presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara lain itu kan sama,” ungkapnya.
Sehingga, lanjut Idris, tidak mungkin MPR membuat GBHN yang kemudian harus dilaksanakan oleh presiden.
“Konsekuensinya ada dua. Pertama, kemudian harus kembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan jika itu dilakukan konsekuensinya lagi adalah maka kita harus mengamandeman Undang-undang Dasar 45,” cetusnya.
Terkait hal itu, jelas Idris, Golkar terus menggali pendapat masyarakat. “Ternyata ada tiga kelompok masyarakat yang memberi arah dan pendapatnya. Pertama, ada yang justru menghendaki sekalian saja UUD 45 kita kembali kepada UUD yang asli dan murni, sesuai dengan UU Dasar sebelum amandemen,” paparnya.
Kedua, ucap Idris ada yang menghendaki supaya UUD 45 amandemen terbatas saja. Terbatas itu artinya cukup membuat pasal yang mengatur tentang perlunya GBHN, konsekuensinya berarti MPR harus menjadi lembaga tertinggi negara.
“Pertanyaannya adalah, apa mungkin kita bisa melakukan amandemen terbatas. Karena begitu semua sependapat untuk melakukan amandemen, maka saudara-saudara sekalian, saya kira kita membuka ‘kotak pandora’ dan saya tidak bisa membayangkan 700 orang bisa bicara dan kemudian sepakat untuk amandemen terbatas,” tandasnya.
Yang ketiga, terang Idris, seperti kami rekomendasi Fraksi Partai Golkar sejauh ini masih setuju pada pokoknya supaya ada pokok-pokok haluan negara, supaya menjadi pegangan siapapun jadi presiden. “Tapi kan tidak harus juga harus dibikin oleh MPR, cukup dibikin dalam bentuk UU,” imbuhnya. (OSS)