Klubgkung, Bali. faktapers.id – Kasus dugaan korupsi pembangunan gedung SDN 1 Banjarangkan, semakin menyita perhatian masyarakat. Ini karena banyak tokoh masyarakat setempat sudah berani buka suara, terhadap permainan proyek oknum pejabat. Bahkan, oknum kepala sekolah saat itu, sudah disebut-sebut bakal segera ditetapkan sebagai tersangka. Situasi demikian amat disayangkan masyarakat. Seharusnya Kejati Bali tidak berhenti pada oknum kepala sekolah, melainkan harus berani mengungkap siapa dalang di balik bau amis pembangunan tersebut.
Selain masalah pembangunan yang sudah jelas ada pelanggaran, dimana kepala sekolah sebagai penanggung jawab sebagaimana hasil audit Unud itu, ada juga dugaan pelanggaran berat, penyalahgunaan wewenang dari oknum dewan Klungkung yang sudah jelas-jelas berperan merangkap sebagai rekanan.
Sebab, selain di SDN 1 Banjarangkan, oknum dewan ini juga banyak proyek lain dengan cara serupa. Seperti SMAN 1 Semarapura, SMAN Banjarangkan dan banyak lagi sekolah lainnya. Dewan jelas tidak boleh merangkap jadi kontraktor.
Keterlibatannya, sudah jelas diungkap para saksi yang sudah memberikan keterangan di Kejati Bali. Sesungguhnya, siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini sudah jelas. Tetapi, kenapa hanya kepala sekolah yang menjadi sasaran utama kejaksaan, ini sangat aneh, dan kembali menimbulkan perdebatan.
Apalagi, sebagaimana laporan Garda Tipikor Klungkung, oknum dewan tersebut sejak awal memang melakoni jadi kontraktor, dengan memanfaatkan jabatannya.
“Selain persoalan pembangunan gedung, kenapa tidak dijerat juga dengan dugaan penyalahgunaan wewenang. Padahal, sudah jelas dialah dibalik masalah ini. Semua saksi terkait sudah memberi penjelasan kepada penyidik Kejati Bali maupun media. Jangan berhenti pada kepala sekolah. Jerat siapa yang memang seharusnya paling bertanggung jawab,” kata, Wakil Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GTI Klungkung, Nyoman Swastika, SH, saat dihubungi melalui HP nya, Jumat (20/12) kemarin.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jelas disebutkan kalimat adanya penyalahgunaan wewenang. Penyalahgunaan wewenang mengacu pada UU Pemberantasan Tipikor ini, adalah menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang melekat padanya, karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Lebih detail dijelaskan, bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Kalau Kejati Bali memang serius menjadikan hukum sebagai panglima, dudukan masalah sesuai porsinya. Gunakan pasal penyalahgunaan wewenang juga. Jerat dengan pasal berlapis. Apalagi, praktek seperti diduga dilakukan di banyak sekolah. Negara mengamanatkan bersihkan pejabat nakal. Agar tidak semakin nyaman merampok uang negara dengan main proyek. Mari beri contoh dengan penuntasan penanganan kasus ini,” kata tokoh yang juga advokat ini.
Selain penyalahgunaan wewenang, ini jelas ada juga masalah pengerjaan. Proyek swakelola, yang seharusnya dikerjakan warga setempat, justru dikerjakan orang lain, yang diduga komando oknum dewan tersebut. Bahannya menggunakan kayu bekas. Dan, praktek seperti ini sudah lama terjadi dan dilakukan di banyak sekolah.
Meski demikian, pihaknya menegaskan tetap mengapresiasi proses penegakan hukum di Kejati Bali. Demikian juga proses audit oleh Tim Unud yang sudah bekerja dengan profesional. Sejauh ini, hingga ada kejelasan bahwa ada pelanggaran dalam pembangunannya, sudah memperlihatkan progres yang cepat.
Tetapi, dia meminta agar penanganan ini benar-benar objektif. Agar, siapa yang bertanggung jawab, benar-benar dijerat, agar praktek serupa tidak semakin masif di Klungkung. Padahal, daerah ini sedang fokus dengan ragam pembangunan, dimana banyak bantuan pusat akan turun ke Klungkung. Sehingga, praktek seperti ini tidak lagi merugikan pembangunan daerah. (Tim)