Kerja Sama Netflix dan Kemendikbud Dikritisi Legislator Gerindra

595
×

Kerja Sama Netflix dan Kemendikbud Dikritisi Legislator Gerindra

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Kerja sama antara Kementerian Pendidikan Kebudayaan dengan penyedia layanan streaming Netflix menuai kritik. Pasalnya, selain belum bayar pajak, Netflix juga bleum miliki legalitas.

Kemendikbud resmi menggandeng penyedia layanan streaming Netflix guna perkuat program Belajar dari Rumah (BDR) selama masa pandemi Covid-19. Menyoal hal ini, anggota Komisi X DPR RI, Ali Zamroni mengungkapkan, Netflix sendiri diketahui belum membayar pajak sehingga mendapat sorotan dari Menteri Keuangan.

“Dari data Kemenkeu, khususnya PMK No.48 tahun 2020 yang mengatur tentang penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi subjek pajak luar negeri, Netflix belum memenuhi kewajibannya kepada negara,” ujarnya di Jakarta, Selasa (23/6).

Kedua, Ali pun menyoroti legalitas Netflix di Indonesia yang masih dipertanyakan. status karyawan yang bekerja di Netflix juga dikritisi. “Apalagi kerjasama Kemendikbud Bersama Netflix diduga bermotif kepentingan bisnis yang berujung pada komersialisasi pendidikan,” bebernya.

Ali menilai yang dilakukan Kemendikbud dan Netflix diduga sarat kepentingan bisnis yang menjadi latarberlakangnya. “Jangan sampai dunia pendidikan ini terus menerus dikomersilkan karena memanfaatkan bencana Covid-19 ini,” jelas Ali.

Terkait konten, Ali juga menilai bahwa konten-konten Netflix tidak layak dikonsumsi oleh para pelajar yang masih dibawah umur. Pengawasan terhadap isi konten Netflix saat ini disoroti tidak hanya oleh kalangan legislator, tetapi Kemkominfo, Komisi penyiaran Indonesia (KPI), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan akademisi.

“Saya memastikan Kemendikbud belum mengajak bicara instansi seperti Kominfo, KPI, BRTI dan kalangan akademisi dalam hal konten Netflix. Konten Netflix perlu dikaji lebih jauh karena banyak yang tidak layak dikonsumsi pelajar. Jangan sampai kerjasama ini malah muncul masalah baru,” cetusnya.

Kemendikbud sendiri dinilainya belum melakukan kajian secara komperhensif. Ali mengingatkan agar Kemendikbud dalam mengambil semua kebijakan harus punya kerangka berfikir secara utuh.

Sebab, tambah Ali, Jangankan untuk bisa membuka dan menikmati Netflix, faktanya masih banyak daerah yang belum bisa mendapat sinyal internet, terutama di daerah-daerah 3T. Kemendikbud dalam mengambil kebijakan jangan Jakarta sentris, tapi harus indonesia sentris.

Ali pun menyayangkan kerjasama Netflix dan Kemendikbud ditengah potensi TV Edukasi yang belum dioptimalkan. “Padahal di Kemendikbud ada Pustekkom atau TV Edukasi sebagai televisi pendidikan yang berada di bawah kementerian pendidikan secara langsung,” paparnya.

Ali mengaku pernah datang langsung ke Studio TV Edukasi Pusdatin/ Pustekkom Kemendikbud. Menurutnya peralatan dan jaringan lengkap, SDM juga mumpuni itu saja di kuatkan tidak perlu bekerjasama dengan Netflix.

“Di Kemendikbud itu ada TV Edukasi, justru menjadi pertanyaan kenapa Kemendikbud malah bekerjasama dengan Netflix. Ini kan perlu kita kritisi ada apa sebenarnya dengan kerjasama Netflix dan Kemendikbud. Harusnya Kemendikbud kuatkan TV Edukasi dengan menambah anggarannya. Bukan sebaliknya,” demikian Ali. (OSS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *