Headline

Izin Impor Tak Kunjung Terbit, Pusbarindo : Saatnya Penerbitan RIPH dan SPI dibuat Satu Pintu

383
×

Izin Impor Tak Kunjung Terbit, Pusbarindo : Saatnya Penerbitan RIPH dan SPI dibuat Satu Pintu

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Izin impor tak kunjung terbit, sementara batas waktu mengimpor ditahun 2020 hanya sampai Desember. Oleh karena itu, Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) menyatakan sudah saatnya penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dibuat satu pintu dan dikelola oleh Badan atau Kementerian Koordinator

agar memudahkan proses izin impor yang kerap menghambat masuknya bawang putih.

Ketua Pusbarindo, Valentino, mengatakan salah satu penyebab izin impor tak kunjung terbit dikarenakan lemahnya akuntabilitas atas implementasi (pelaksanaan) dari aturan yang dibuat oleh masing-masing Kementerian atas ketentuan penerbitan RIPH dan SPI.

“Kami usulkan satu pintu jadi penerbitan RIPH plus SPI sehingga tidak ada waktu yang terbuang dan meminimalisasi hal-hal diluar dugaan kita,” kata Valentino kepada faktapers.id melalui keterangannya, Kamis (12/11/2020).

Padahal lanjut Valentino, aturan yang dibuat tentang ketentuan Persetujuan Impor produk hortikultura sudah benar. Seperti yang tertuang pada bunyi Peraturan Menteri Pertanian (permentan) nomor 39/2019 pasal 19 (1) dan (2): Direktur Jenderal Hortikultura akan meneribitkan RIPH dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah hasil Verifikasi dan Validasi terhadap dokumen persyaratan administrasi yang dilakukan oleh Tim RIPH, sesuai dengan Persyaratan Teknis. Sedangkan bunyi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 44/2019 pasal 9 (1) : Direktur Impor menerbitkan Persetujuan Impor dengan Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar.

Lebih lanjut, Valentino meminta agar semua dilakukan dengan sistem daring. Sehingga pelaku usaha yang mengajukan RIPH dan SPI serta yang telah mendapatkannya harus dapat diketahui oleh publik. Menurutnya, dengan sistem transparansi itu, maka tata kelola importasi bawang putih dapat teratur sehingga kebutuhan dalam negeri dipenuhi sesuai waktunya. Tak hanya itu, ia juga mengusulkan agar pengajuan RIPH diberikan batasan.

“Kami ajukan agar bisa dikasih batasan karena saat ini yang terjadi ada satu perusahaan sampai bisa mengajukan 40-50 ribu ton, kami tidak tahu apakah mereka punya gudang besar atau bagaimana,” pungkasnya. Her

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *