Headline

Merasa Dikubuli Pemerintah Bali..! Bendesa Adat Warkadea Angkat Bicara Atas Lahan Rencana Pembangunan Bandara

716
×

Merasa Dikubuli Pemerintah Bali..! Bendesa Adat Warkadea Angkat Bicara Atas Lahan Rencana Pembangunan Bandara

Sebarkan artikel ini

Singaraja.Bali.Faktapers.id –Bendesa Adat Kubutambahan merasa dikibuli Pemprov Bali, akhirnya angkat bicara terkait polemik tanah duwen Pura yang rencana ada pembangunan Bandara setara Nasional.

Berbagai kelompok masyarakat menduga Jero Pasek Ketut Warkadea tidak jujur atas pemanfaatan lahan seluas 370 hektar yang disewa kontrak oleh Investor PT Pinang Propetindo 5,4 M dibayar lunas dalam jangka waktu 30 tahun dengan batas waktu tidak ditentukan.

Jro Pasek Ketut Warkadea yang juga staf ahli Bupati Buleleng saat ditemui di Kota Singaraja Selasa (24/11) pukul 12.00 wita menjelaskan,”Tanah duwen pura itu sebagai laba pura tercatat sejak 1942 seluas 425 hektar baik tanah kering maupu basah, khusus untuk tanah kering yang ada diselatan seluas 370,80 hektar dengan posisi 61 sertifikat hak milik yang saat ini kami sedang pegang. Kenapa demikian itupun kewajiban dari pihak kedua PT Pinang Propetindo sehingga diterbitkan sertifikat hak milik itu asset duwen pura,”kata Warkadea.

Terhadap lahan-lahan yang digunakan atau dikelola secara pribadi dari tahun 1942 ada beberapa prajuru adat yang menguasai sebagai balas jasa mengabdi kepada desa adat, “Sebelum tahun 1942 sudah dikuasai oleh prajuru adat sejumlah 16 hektar , kalau itu sudah tidak menjadi persoalan. Nah terhadap tanah yang dianggap atas nama pribadi sama sekali tidak benar dan saya berani sumpah,”paparnya.

Terhadap pembayaran sewa kontrak lahan 5,4 M yang disebutkan oleh sejumlah masyarakat dan sudah dilunasi dari PT Pinang Propetindo, Warkadea diduga menilep , “PT Pinang mempunyai kewajiban dalam pembayaran sewa itu memang ada beberapa tahapan yang belum dibayar terutama tahan ketiga sekitar 658 juta lebih, tahan kedua juga ada 825 juta lebih kemudian tahap pertama 18 juta. Jadi yang belum dibayar sekarang ini 1. 500 Miliar lebih. Untuk keseluruhan sewa itu mencapai 3.97 Miliar itu total kontrak 30 tahun. Apa yang dikatakan kelompok masyarakat katanya 5.4 Miliar itu tidak benar dari mana sumber datanya sebesar itu, itu firnah.,”ujar Warkadea sembari menunjukan bukti.

Disebutkan olehnya dalam sewa itu ada royalti yang belum dibayar oleh PT Pinang selaku pihak kedua sebesar Rp,-787.500.000, ada yang sudah dibayar 15 juta. Untuk pertahun 2021 royalti tersebut telah dibayar mencapai, hanya yang belum sekarang dibayar sekitar Rp-667.500.000 sehingga kewajiban PT Pinang sewanya lagi 2 M lebih. Terhadap tanah duwen Pura yang kini statusnya simpang siur dan rencana diserahkan ke provinsi dan dijadikan Bandara ,Warkadea lebih jelas mengatakan,”Dari awal kami sepakat apa yang dikatakan pak Gubernur, bahwa dalam pola KPBU(Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha kami sepakat bahwa penyertaan modal status tanah tidak berubah. Artinya kami sepakat ada bandara tapi dalam perjalanan-nya dengan program stategis nasional ada alternatif dua yang pertama diganti dengan uang atau tanah, menurut kami itu artinya merubah status tanah Duwen Pura, makanya kami mohon jangan ada pelepasan hak silahkan bangun bandara tapi statusnya tanah tersebut tetap menjadi duwen Pura apakan polanya disewa atau ada MOU atau penyertaan modal jadi desa adat memiliki saham. Kami tidak menolak adanya bandara karena itu selain meningkatkan ekonomi masyarakat kami juga Buleleng dan Bali , “ungkap Warkadea.

Jro Warkadea menyindir Gubernur Bali DR Ir Wayan Koster, MM, dengan menyatakan bahwa bila tanah duwen pura Kubutambahan dijual atau ditukar dengan lahan lain seperti yang ditawarkan Gubernur Koster, berarti sikap Gubernur Koster itu tidak sesuai dengan visinya “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
Jro Pasek Ketut Warkadea juga menjelaskan selaku Bendesa Adat Kubutambahan akan segera menggelar paruman mengundang Desa Linggih,Latar, dan Desa Sampingan, sehingga dalam nantinya mengambil keputusan tidak gegabah dan menjadi prokontra atau polemik berkepanjangan terhadap Asset Duwen Pura dan menghambat pembangunan Bandara.

”Intinya masyarakat kami Desa Adat Kubutambahan tidak setuju adanya pelepasan hak menjadi tanah negara sehingga nantinya akan menimbulkan keributan memicu adanya komplik orisontal. Tapi kalau ada kelompok yang mau menggelar paruman legal stendinya belum jelas untuk apa menggelar paruman asset sudah jelas pertanggung jawaban SPJ sudah ada silahkan dicek,”jelas jro Pasek Warkadea.

Komplik rencana bandara Bali Utara yang berlokasi di Desa Kubutambahan disinyalir ada permainan kelompok yang sengaja menari untuk berusaha merubah status lahan duwen pura menjadi tanh konsursium dengan berbagai kepentingan. Des

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *