Kemudian, Penguatan kapasitas & kelembagaan Balai Rehabsos dan LKS; Peningkatan kampanye sosial melalui kampanye pencegahan, publikasi, sosialisasi, edukasi dan penyebarluasan informasi program rehabilitasi sosial di seluruh sektor dan masyarakat; serta peningkatan peran masyarakat dan swasta dalam pelayanan rehabilitasi sosial.
“Direktorat Rehabilitasi Sosial ini dimensinya sangat luas, kliennya sangat banyak. Saat ini kami berupaya keras untuk memperluas akses agar semakin banyak yang mendapatkan pelayanan agar PPKS bisa dilayani karena ini adalah haknya sebagai warga negara,” tuturnya.
Ia menyatakan, kegiatan rehabilitasi sosial tahun 2020 dilaksanakan oleh Kantor Pusat, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan pemerintah daerah yang menyasar korban Penyalahgunaan Napza, Penyandang Disabilitas, Tuna Sosial Dan Korban Perdagangan Orang, Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia tentu menemui kendala dan juga strategi untuk mengatasi kendala tersebut.
“Dengan evaluasi ini, kami mendapat penjelasan apa saja yang telah dilakukan oleh Ditjen Rehsos selama 2020. Kemudian disusun lagi perencanaan dengan lebih cermat dan efisien dalam pemanfaatan anggarannya sehingga aksesnya bisa lebih diperluas dengan kualitas yang tidak berubah. Harapannya bisa naik,” bebernya.
Selain itu, Muhadjir juga menyinggung pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bersikap kooperatif bila ada anggota keluarganya yang memiliki kebutuhan khusus. Karena masih ada orang tua anak berkebutuhan khusus menganggap aib sehingga tidak mendapatkan penanganan yang semestinya.
“Contohnya untuk anak penderita autis, saat ini baru terlayani di kisaran 18% – 20%. Penyebabnya karena orang tua anak tersebut menganggap aib, padahal anak tersebut biasanya memiliki keistimewaan yang harus digali untuk bekal masa depannya,” tandasnya.
Sementara Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat mengungkapkan kebijakan program rehabilitasi sosial memiliki diferensiasi antara direktorat teknis dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Direktorat teknis merupakan institusi yang melaksanakan program nasional secara indirect service (layanan tidak langsung), sedangkan UPT dengan new branding layanan melaksanakan direct service melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI).
“Kebijakan program rehabilitasi sosial memiliki diferensiasi antara direktorat teknis dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT). Direktorat teknis merupakan institusi yang melaksanakan program nasional secara indirect service, sedangkan UPT dengan new branding layanan melaksanakan direct service melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI),” jelasnya.
“Evaluasi program rehabilitasi sosial merupakan kegiatan strategis untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program yang mencakup input, proses, output, dan outcome serta dampak dari program yang berorientasi pada perubahan positif,” ungkapnya.
Dalam Rakornas yang digelar selama 3 hari mulai 10-12 Desember ini dihadiri oleh 70 peserta dari Pejabat Eselon II dan III serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Ditjen Rehabilitasi Sosial dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Sedangkan jumlah peserta yang mengikuti secara daring kurang lebih 200 orang yang terdiri dari pekerja sosial, instruktur dan pegawai lainnya di Lingkungan Ditjen Rehsos.