Jakarta, faktapers.id – Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si, menyambut baik penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tahun 2020 tentang penerapan kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual pada anak.
Menurut Pria yang akrab dipanggil Kak Seto ini, penerapan aturan ini sudah sejak dulu menjadi perhatian LPAI. Bahkan LPAI sudah mebicarakan dan mendesak agar pemerintah hadir dan lebih tegas lagi. Namun menurutnya pemahaman tindakan ini mohon jangan dikaitkan sebagai tambahan hukuman keji dan melanggar HAM. Tetapi ini dikatakan sebagai suatu tindakan yang mengandung unsur pengobatan. Sebab dalam tindakan tersebut harus ada tindakan sebelumnya, yakni langkah pemeriksaan klinis terlebih dahulu. Jadi kalau kemudian pemeriksaan ini tidak memungkinkan itu dilaksanakan kebiri berarti itu juga tidak bisa berarti menihilkan keputusan dari hakim yang menentukan harus ada tindakan Kebiri.
Lebih lanjut Kak Seto mengatakan bahwa Kebiri kimia bukan termasuk melanggar Ham. Agar tak menimbulkan masalah, maka masyarakat harus dijelaskan pemahaman Unsur bukan sebagai balas dendam. Tindakan ini Justru agar si pelaku ini sadar dan terjaga untuk tidak terjerumus kembali atau tergelincir kembali melakukan tindakan yang sama. Sehingga dengan adanya kebiri kimia ini maka dorongan libidonya juga bisa semakin dikendalikan atau bisa dikurangi.
“Jadi ini dilihat sebagai suatu hal yang melibatkan dari pelaku. jadi bukan sekedar pemaksaan, kekejian suatu tindakan yang sifatnya mau bales dendam dan sebagainya. Hal ini justru jadi mempertimbangan agar pelaku sadar bahwa perbuatan itu karena libidonya yang terlalu kuat. Sehingga akan mendorong melakukan hal itu berulang kali nantinya dan itu juga akan membuat proses hukumnya juga semakin panjang. PP ini justru untuk melihat pelaku-pelaku ini jadi sadar dan bekerjasama untuk bisa dilakukan. Dan itu juga bukan hanya sekali, tapi sudah berulang kali sesuai dengan tahap-tahapnya. Sehingga dia kemudian betul-betul bisa menghentikan dorongan-dorongan yang kelewat kuat sehingga menyasar kemana-mana,” papar Kak Seto di kediamannya Selasa, (5/1/2021).
Selain itu Kak Seto juga menyoroti tentang adanya korban- korban kekerasan seksual secara daring. Menurutnya, hal tersebut mungkin belum tercantum. Padahal, kekerasan secara daring ini lebih dahsyat dan korbannya bisa lebih banyak. Modus ini bisa membuat korban itu mengikuti petunjuk dari pelaku. Kemudian korban melakukannya secara mandiri yang merusak organ seksualnya. Sekali pun begitu tega ini kadang tidak termasuk dalam apa yang di golongkan dalam peraturan pemerintah tadi. Sehingga itu yang perlu juga ditekankan, ditambahkan bahwa pelaku kekerasan kekerasan seksual Secara daring ini juga harus terkena PP 70/2020. Karena hal tersebut bisa mrnjadi tambahan untuk bisa meredam dorongan itu. Karena mungkin secara daring awalnya tapi nanti ada pertemuan dan kemudian ditindaklanjuti juga akan melakukan hal yang sama seperti pelaku pelaku yang melakukan kekerasan seksual secara langsung. Dan hal itu tetap berbahaya.
Selain Kebiri kimia Kak seto juga mengapresiasi pemasangan alat deteksi elektronik pada korban, bahkan untuk menimbulkan efek jera perlu juga kemudian ada pengumuman identitas pelaku secara terbuka dan sebagainya. Sebab hal itu untuk mengerem tindakan pada pelaku untuk tidak melakukan tindakan-tindakan jahat berikutnya.
Sebagai info, Presiden Jokowi telah menandatangani PP Nomor 70 Tahun 2020 untuk memberi kepastian hukum terkait implementasi teknis atas mandat UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Perlindungan Anak. PP tersebut berisikan tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Her