Melawi, Faktapers Id – Apriadi menjadi seorang Asisten Pembimbing Kemasyarakatan (APK) yang menjadi sebuah jabatan fungsional dari Kementerian Hukum dan HAM RI adalah sebuah pilihan. Meskipun di dalam Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), APK tidak disebutkan tugasnya, namun mau tidak mau kita tidak dapat memungkiri tugas APK adalah sebagai penegak hukum dan bukan sekadar ‘asisten’.
Ia menjelaskan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 23 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Asisten Pembimbing Kemasyarakatan,.
Tugas jabatan Asisten Pembimbing Kemasyarakatan yaitu melaksanakan kegiatan asistensi di bidang bimbingan kemasyarakatan. Di dalam peraturan tersebut, secara umum dapat kita simpulkan bahwa seorang APK melakukan tugas asistensi seperti: melaksanakan kegiatan dokumentasi dan pencatatan pada penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan dan pengawasan. Pada praktiknya, beban tugas dan kebutuhan pembimbingan Klien Pemasyarakatan melebihi dari hal tersebut.
Dapat kita tarik contoh, pada kondisi Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 berlaku, perkara – perkara yang menjadi subyek peraturan tersebut antara perkara pencurian, perjudian, penadahan, kecelakaan lalu lintas yang rata – rata merupakan pidana tradisional dengan masa pidana relatif pendek.
Keterampilan APK dalam memberikan pembimbingan dan pengawasan program pembimbingan bagi para offender yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan atau dalam istilah populernya adalah Napi dan Mantan Napi, dituntut dalam kondisi saat ini.
Kemudian dari segi struktur APK, saat ini petugas pemasyarakatan yang menjabat sebagai APK adalah pegawai yang rata – rata cukup berpengalaman melakukan tugas bimbingan kemasyarakatan. Mereka notabene merupakan para pegawai pada Balai Pemasyarakatan yang sebelumnya menjabat pada jabatan pelaksana Pembimbing Kemasyarakatan dan Pembantu Pembimbing Kemasyarakatan, namun karena tidak memiliki ijazah Strata 1 atau Diploma 4 sehingga mengajukan inpassing menjadi APK. Secara keilmuan mungkin dapat diperdebatkan keahliannya, mengingat jabatan ini adalah jabatan keterampilan.
Namun apabila secara keterampilan mengelola klien pemasyarakatan, hal ini tidak dapat diremehkan begitu saja. Kecakapan para APK dalam menghadapi kondisi medan yang ekstrem, lingkungan keluarga Klien yang tidak permisif, perbedaan adat dan tata krama, hingga pencabutan pembimbingan Klien yang mengulangi tindak pidana membutuhkan jam terbang pelayanan klien yang tinggi.
Pada Akhirnya, sinergi antara APK dengan PK adalah harga mati. Dengan pengalaman empiris yang dimiliki APK dan latar belakang keilmuan yang dimiliki oleh PK menjadikan pelayanan pembimbingan klien pemasyarakatan lebih efektif untuk mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana. Sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan Terampil Pelaksana pada Balai Pemasyarakatan Kelas II Sintang.Abd/Skn