Headline

Pihak Desa Adat Anturan Panggil Pembuat Konten Pernikahan Fiktif, Sayang Ayah Gede Sukarda Tidak Dihadirkan

257
×

Pihak Desa Adat Anturan Panggil Pembuat Konten Pernikahan Fiktif, Sayang Ayah Gede Sukarda Tidak Dihadirkan

Sebarkan artikel ini

Singaraja, Faktapers.id -Viralnya pernikahan fiktif anak keterbatasan mental asal Desa Anturan bernama Gede Sukarda(50) dengan perempuan bernama Laksmi diduga asal Desa Tembok Tejakula yang menggunakan sarana banten adat Hindhu seperti Pejati, Daksina, Tipat, Taluh, Dulang dan ikat kepala kedua mempelai mengenakan ilalang terikat.

Diduga melecehkan banten simbul dari sarana adat Hindhu, konten video yang di buat akun bernama Jem Tattoo dilaporkan oleh LSM KoMPak ke MDA, PHDI Buleleng mendapat tanggapan dari Bendesa Adat, Kertha Desa, PHDI Desa Adat Anturan Kecamatan Buleleng. Pembuat video bernama Jem Tatto dipanggil oleh Bendesa Adat Anturan Ketut Mangku untuk mengklarifikasi

Diketahui dalam unggahan dijejaring social pada acunt Fecebook Jem Tatto bertuliskan “SAH..JANGAN BANYAK PROTES,..! KALIAN BUKAN TUHAN, PUNYA KUASA UNTUK MENENTUKAN SEGALANYA. Selamat pak & laksmi.

Hal itu membuat netizen atau simpatisan yang kagum akan kelucuan berpuluh tahun Gede Sukarda menjadi tidak percaya dan bertanya-tanya karena Gede Sukarda orang keterbatasan mental, sontak akun tersebut sempat dipercaya sehingga warga Anturan mencari kebenaran itu dan dinyatakan oleh keluarga Sukarda itu sebuah konten atau kawin candaan yang menggunakan sarana Banten disakralkan umat hindhu. Sipembuat konten tanpa permisi dengan Prajuru Adat Anturan melakukan itu, menariknya saran itu dibawa langsung oleh perempuan, dalam kawin candaan itu disaksikan ayah Gede Sukarda yang seorang Jro Mangku Sanggah yang poloh buta hurup dan tidak tahu menau.

Lanjut, Sipembuat konten Jem Tattoo datang bersama Laksmi dikantor kepala Desa, sayang pertemuan Sabtu (4/12) pukul 09.00 wita dianggap tertutup, malah Bendesa Adat tidak menghadirkan keluarga Gede Sukarda yang ayahnya bernama Gede Manik (90) seorang Jro Mangku Sanggah.

Hasil pertemuan itu tidak ada ketegasan dari Desa Adat Anturan sebagai peringatan kepada sipembuat konten untuk mencabut kontenya , dengan hasil keputusan dalam surat yang tembuskan ke MDA,PHDI Buleleng sebagai berikut

1. Sesuai penjelasan pembuat konten itu menyampaikan bahwa konten yang dibuat tersebut adalah sebagai sebuah kreatifitas seni yang memuat cerita yang bersifat hiburan dan tidak ada maksud lain. 2. Banten yang dibuatkan dan ditampilkan dalam pembuatan konten tersebut, bukan banten resminya sebuah perkawinan tetapi sebuah banten pejati untuk memohon kepada lda Hyang Widhi Wasa untuk memohon agar pembuatan konten itu nemukan kerahayuan dan kerahajengan agar pembuatan konten itu dapat berjalan lancar.
3.Prajuru Desa Adat ( Bendesa Adat), Perbekel, PHDI Anturan, Ketua Sabha Desa selanjutnya meminta agar dalam pembuatan konten – konten selanjutnya yang melibatkan dan berkaitan dengan warga desa Anturan maupun dan berkaitan dengan tempat pelaksanaannya ada diwilayah Desa Anturan berkoordinasi dengan pihak Desa Anturan.
4 Pihak desa juga minta kepada pembuatan konten, bilamana ada penggunaan simbul simbul keagamaan agar tidak menyalahi tatwa agama.

Pertemuan dan keputusan tersebut, pihak Desa Adat Anturan seperti melemparkan kembali keranah MDA, PHDI untuk ditindak lanjuti.

Sementara Ketua LSM KoMPak Angga Tusan yang mendesak MDA,PHDI Buleleng untuk menindak kasus dugaan pelecehan sarana banten simbul umat Hindhu dikonfirmasi mengatakan,”Kami hanya ingin meluruskan dan meminta pendapat MDA karena dalam konten pemilik menggunakan sarana banten yang dianggap sacral apalagi itu perkawinan fiktif yang ada koridor dan batas-batasnya. Kalau kita melecehkan budaya kita sendiri sebagai umat hindhu yang taat akan ketentuan agama jangan salahkan nanti orang lain berani juga melecehkan. Disini lah ketegasan MDA untuk mencerahkan umatnya. Kalau bicara pelecehan simbul adat ada pasal yang mengatur tentu kalau tidak tegas kami bawa kasus ini keranah hukum. Kita berkaca pada kejadian sebelumnya WNA mendang simbul umat hindhu di Lovina dengan kakinya yang bersangkutan diproses hukum, “jelas Tusan. ds

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *