Hukum & Kriminal

Dugaan Korupsi DJKA: Dana Mengalir ke Tim Pemenangan Jokowi 2019

2
×

Dugaan Korupsi DJKA: Dana Mengalir ke Tim Pemenangan Jokowi 2019

Sebarkan artikel ini
Sidang kasus dugaan suap pejabat pembuat komitmen (PPK) DJKA, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, 13 Januari.

Jakarta, faktapers.id – Kasus korupsi yang melibatkan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan semakin mencuat setelah terungkapnya sejumlah fakta mengejutkan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada Senin, 13 Januari 2025. Sidang ini mengungkap dugaan penggunaan dana hasil korupsi untuk mendukung kampanye politik Joko Widodo dalam Pilpres 2019, sebuah temuan yang mengarah pada pertanyaan besar mengenai integritas aparat negara.

Dalam persidangan tersebut, mantan Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub, Danto Restyawan, memberikan kesaksian mengejutkan. Danto menyatakan bahwa Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi (BKS), diduga menginstruksikan pengumpulan dana senilai Rp5,5 miliar melalui Direktur Prasarana Kemenhub, Zamrides. Dana ini diduga dihimpun dari pejabat-pejabat di DJKA yang memungut fee dari kontraktor-kontraktor proyek perkeretaapian.

Lebih lanjut, Danto mengungkapkan bahwa setelah Zamrides diberi tugas untuk meninggalkan Indonesia dengan alasan menghindari pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia ditunjuk sebagai pengganti untuk mengelola pengumpulan dana tersebut. Menurutnya, sembilan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di DJKA diminta menyetor uang masing-masing sebesar Rp600 juta. Sebagian dari dana itu bahkan digunakan untuk membeli 25 ekor hewan kurban.

Danto juga mengaku menerima uang sebesar Rp595 juta dari terdakwa Yofi Akatriza, yang merupakan PPK Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah. Uang tersebut, menurut Danto, telah dikembalikan ke KPK. Sementara itu, Yofi sendiri disebut telah menerima suap total mencapai Rp55,6 miliar dari berbagai kontraktor antara tahun 2017 hingga 2020, dengan tambahan hadiah barang senilai Rp1,9 miliar.

Skandal ini semakin memperlihatkan kompleksitas praktik korupsi yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga memanfaatkan sumber daya publik untuk kepentingan politik. Penggunaan dana korupsi untuk mendukung kemenangan politik menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap aliran dana dalam proyek-proyek pemerintah. Temuan ini semakin mempertegas urgensi untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam mekanisme pengelolaan proyek pemerintah agar tidak ada lagi celah bagi penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan dalam penggunaan anggaran negara.

Dalam konteks ini, semakin jelas bahwa transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama untuk memperbaiki sistem pemerintahan yang sudah terkontaminasi oleh praktek-praktek korupsi. Tanpa langkah reformasi yang efektif, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin tergerus.

[]