Headline

Sidang Lapangan Kasus Anaya Villa & Resort di Pecatu, Pengembang Mangkir

603
×

Sidang Lapangan Kasus Anaya Villa & Resort di Pecatu, Pengembang Mangkir

Sebarkan artikel ini

Badung. Bali. Faktapers.id – Sidang lapangan sengketa Anaya Villa & Resort, gugatan perdata bernomor 18/pdt.g/2020/PN.DPS terhadap I Ketut Oka Paramartha, tergugat I selaku pemilik tanah diperjanjikan dengan Lukas Patinasarny, tergugat II sebagai pengembang dari PT. Anaya Graha Abadi (AGA) masuk pada tingkat pemeriksaan objek tanah. Tepatnya, di Kawasan Pecatu Graha, Pecatu Jimbaran, Badung Bali, Jumat (4/12)

Dalam sidang pemeriksaan objek tanah ini, pihak tergugat II Lukas Patinasarny selaku pengembang tidak hadir. Dan bahkan dikabarkan beberapa kali sebelumnya, bos PT. AGA ini mangkir dalam persidangan. Begitu juga pihak kuasa hukumnya, hingga dilakukan upaya pemanggilan melalui media massa.

Sidang dipimpin majelis hakim
I Made Pasek SH MH, awalnya terlihat sedikit ada perdebatan dalam materi pokok gugatan. Namun faktanya, rumah villa dibeli Agustono Athung sebagai penggugat dengan pihak pengembang, sama sekali belum terbangun di lapangan. Sehingga penggugat tidak bisa menunjukkan lokasi blok telah dibayarkan kepada pengembang.

“Dalam pemeriksaan setempat di sini belum ada progres pembangunan. Jadi saya tidak bisa menentukan yang mana 226 dan yang mana 227. Kan begitu ya toh, hanya berdasarkan bukti denah yang saudara ajukan. Yang di denah itu dimana letaknya kan tidak tahu”

“Pertama bisa saya katakan, kita berdiri di lokasi sertifikat 74 sesuai dengan bapak ajukan. Tahu nggak saudara batas-batas pemiliknya, tahu nggak ? Batas-batas secara keseluruhan, kan tidak tahu. Yang bapak beli kan sesuai 226, 227 tapi di lapangan tidak ada progres. Itu saya catat ya,” jelas majelis hakim kepada Agustono Athung selaku penggugat.

Meski belum ada progres di lapangan, penggugat tetap memohon kepada majelis hakim untuk melakukan sita jaminan terhadap sertifikat nomor 74 tahun 1988 dikatakan agar tuntutannya tidak menjadi sia-sia.

“Saya mohon kepada bapak majelis hakim untuk melakukan sita jaminan dari sertifikat nomor 74, Pecatu tahun 1988. Karena itu adalah jaminan untuk memenuhi gugatan saya agar tidak menjadi sia-sia. Itu sudah jelas. Dan jika sudah disita, diharapkan dari pihak BPN untuk memecah sertifikat. Tanah yang menjadi bagian saya akan dilelangkan dan dikembalikan uang saya seperti yang saya bayarkan,” kata Agustono Athung

Mendengar permohonan penggugat, majelis hakim mengatakan sudah mencatat dan mempertimbangkan nanti apa disampaikan.

“Saudara boleh menyampaikan. Sudah disampaikan dalam permohonan sudah dicatat. Dalam gugatan juga sudah disampaikan. Petitum juga demikian. Soal nanti dikabulkan atau tidak masih dipertimbangkan oleh majelis hakim. Begitu ya,” terang majelis hakim, Made Pasek.

I Ketut Oka Paramartha selaku tergugat I sebagai pemilik tanah, memenuhi hadir dalam sidang lapangan ini, menjelaskan lokasi tanah memang hak miliknya pribadi. Batas-batas tanah sesuai SHM No.74 Desa Pecatu seluas 61.200 M2. Namun, dikatakan diperjanjikan dengan pihak pengembang hanya 30.000 M2.

Sementara I Wayan Adimawan, S.H, M.H, selaku kuasa hukum tergugat I menyayangkan pihak tergugat II tidak hadir. Disinggung terkait tanggungjawab soal pembangunan, pengacara akrab disapa Tang Adimawan ini mengatakan menjadi tanggungjawab pengembang.

“Soal membangun kan harusnya tanggungjawab pengembang. Klien kami siap kok melepas tanah sesuai kesepakatan. Namun lama-lama kok ini banyak pembeli komplain. Tadi lihat kan, kenyataan tidak dibangun, uangnya tidak dipertanggungjawabkan. Ternyata Lukas sudah menerima uang dari pembeli mencapai Rp 29 Miliar lebih,”

“Belakangan klien kami baru mengetahui bahwa ada perjanjian elektronik antara pembeli dan pihak Lukas melakui teatalk property. Tentang menyangkut pembayaran ke rekening atas nama PT. Anaya Graha Abadi,” ungkap Tang Adimawan.*/Ans

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *